Kamis, Desember 31, 2009

RISET




PENGETAHUAN DAN PRAKTEK IBU HUBUNGANNYA
DENGAN FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN JAJANAN KARIOGENIK DAN
STATUS KARIES GIGI PADA ANAK USIA 2-4 TAHUN DI KELURAHAN
BUKIT HARAPAN KECAMATAN SOREANG KOTA PAREPARE
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi kesehatan tubuh keseluruhan.. Gigi merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan mempertahankan bentuk muka. Mengingat kegunaannya yang demikian penting maka penting untuk menjaga kesehatan gigi sedini mungkin agar dapat bertahan lama dalam rongga mulut.
Masalah terbesar yang dihadapi penduduk Indonesia seperti juga di negara-negara berkembang lainnya di bidang kesehatan gigi dan mulut adalah penyakit jaringan keras gigi ( caries dentis ) di samping penyakit gusi. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya adalah demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksi periapeks yang dapat menyebabkan rasa nyeri.
Penyakit karies pada anak, banyak dan sering terjadi namun kurang mendapat perhatian dari orang tua karena anggapan bahwa gigi anak akan digantikan gigi tetap. Orang tua kurang menyadari bahwa dampak yang ditimbulkan sebenarnya akan sangat besar bila tidak dilakukan perawatan untuk mencegah karies sejak dini pada anak. Dampak yang terjadi bila sejak awal sudah mengalami karies adalah selain fungsi gigi sebagai pengunyah yang terganggu, anak juga akan mengalami gangguan dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari sehingga anak tidak mau makan dan akibat yang lebih parah bisa terjadi malnutrisi, anak tidak dapat belajar karena kurang berkonsentrasi sehingga akan mempengaruhi kecerdasan. Akibat lain dari kerusakan gigi pada anak adalah penyebaran toksin atau bakteri pada mulut melalui aliran darah, saluran pernapasan, saluran pencernaan apalagi bila anak menderita malnutrisi, hal tersebut akan menyebabkan daya tahan tubuh anak menurun dan anak akan mudah terkena penyakit. Bila gigi sulung sudah berlubang dan rusak maka dapat diramalkan gigi dewasanya tidak akan sehat nantinya.
Proses karies dan faktor risiko terjadinya karies gigi tetap dan gigi sulung tidak berbeda namun demikian proses kerusakan gigi sulung lebih cepat menyebar, meluas dan lebih parah dibandingkan gigi tetap. Hal ini selain disebabkan karena faktor dari dalam sendiri yaitu struktur enamel gigi sulung yang kurang solid dan lebih tipis serta morfologi gigi sulung yang lebih memungkinkan retensi dibanding gigi tetap juga disebabkan faktor luar yang menjadi faktor risiko anak terhadap proses kerusakan gigi seperti keadaan kebersihan mulut anak yang umumnya lebih buruk dan anak lebih banyak dan sering makan dan minum kariogenik dibandingkan orang dewasa. Besar kecilnya faktor risiko terhadap timbulnya karies gigi sulung pada anak usia prasekolah dipengaruhi oleh pengetahuan, kesadaran orang tua dalam merawat kesehatan gigi. Pengetahuan dan kebiasaan yang perlu dimiliki orang tua antara lain yang berkaitan dengan cara membersihkan diri, jenis makanan yang menguntungkan kesehatan gigi dan cara makan minum yang benar.
Makanan atau substrat merupakan salah satu unsur penting untuk dapat terjadi karies. Makanan pokok manusia adalah karbohidrat, lemak dan protein. Dari berbagai penelitian tampak ada hubungan antara intake karbohidrat dengan karies dan hubungan yang lebih kompleks dengan lemak, protein, vitamin dan mineral. Selain itu ternyata ada hubungan langsung antara bertambahnya konsumsi makanan yang mudah dicerna terutama karbohidrat yang berupa tepung dengan bertambahnya karies.
Karbohidrat dalam makanan yang sifatnya paling dapat merusak gigi adalah jenis sukrosa. Proses karies selain ditentukan oleh jenis karbohidrat juga tergantung pada frekuensi dan bentuk fisik karbohidrat tersebut. Karbohidrat dalam bentuk tepung atau cairan atau yang bersifat lengket serta mudah hancur di dalam mulut lebih memudahkan timbulnya karies. Dari penelitian Alfano (1980) tehadap tikus ternyata makanan yang paling kariogenik adalah coklat sedangkan sugar free biskuit, kacang-kacangan, roti dedak menduduki urutan paling rendah. Dalam penelitian Rugg-Gunn menyatakan bahwa banyaknya intake gula harian lebih besar hubungannya dibanding dengan frekuensi makan gula. Hubungan gula dalam snack dengan karies lebih besar dibanding total diet karena snack lebih sering dimakan dalam frekuensi tinggi dan makanan kariogenik yang sering dimakan di antara dua waktu makan mempunyai ciri-ciri pH rendah, mengandung gula tinggi dan lengket. Hampir semua anak menyukai makanan minuman kariogenik yang merupakan faktor risiko terhadap karies yang dimakan di antara dua waktu makan.
Dalam perkembangannya anak membutuhkan orang lain dan orang lain yang paling utama dan pertama bertanggung jawab adalah orang tuanya sendiri. Orang tua bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan anak juga dalam hal makanan. Perilaku anak kecil lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggapnya penting seperti ibu. Penyediaan makanan untuk dikonsumsi anggota keluarga merupakan hasil proses pengambilan keputusan. Tindakan pengambilan keputusan oleh ibu dalam penyediaan makanan yang baik serta pemeliharaan kesehatan anak sangat dipengaruhi kesiapan psikologi ibu diantaranya tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan dan sikap ibu. Hasil penelitian Sanjur dan Scoma (1971) mengenai kebiasaan makan anak, diketahui bahwa makanan yang tidak disukai oleh ibu juga tidak disukai oleh anaknya dan ketidaktahuan ibu terhadap jenis makanan tertentu akan mempengaruhi ketidaktahuan anak terhadap makanan tertentu. Bagi sebagian masyarakat, jenis makanan yang telah terbiasa mereka pelajari untuk menyukainya sejak masa kanak-kanak akan berlanjut menjadi makanan kesukaannya pada saat dewasa.
Masalah kesehatan gigi di Indonesia masih merupakan hal menarik karena prevalensi karies dan penyakit periodontal mencapai 80% dari jumlah penduduk (Ibone Effendi dan Mooler, 1973). Prevalensi karies gigi dan penyakit periodental tidak berbeda tahun 1973 dan 1983. Sampai sekarang ini di Indonesia data tentang frekuensi karies gigi sulung anak usia prasekolah masih langka. Data yang adapun tidak dapat dipakai sebagai indikator kesehatan gigi anak karena tidak mewakili keadaan gigi sulung di Indonesia, walaupun hasil observasi lapangan menunjukkan adanya karies rampan gigi sulung yang cukup luas (Armasastra dan Antonraharjo, 1986). Di Yogyakarta, dari 7 lokasi pemeriksaan didapatkan angka frekuensi karies gigi sulung anak usia 3-5 tahun sebesar 75% dengan def-t rata-rata 5,2 (Supartinah, 1982). Tahun 1985 dilaporkan fekuensi karies gigi di 100 Sekolah Taman Kanak-kanak di Yogyakarta sebesar 85 %, tanpa melaporkan indeks def-nya (Rinaldi dan Iwa-Sutardjo, 1985). Di Medan frekuensi karies gigi sulung anak usia balita karena minum susu botol di beberapa Puskesmas adalah 61 % (Lina dan Situmorang, 1985). Frekuensi karies gigi sulung merupakan indikator kesehatan gigi anak usia prasekolah yang diperlukan untuk menilai keadaan kesehatan gigi sekaligus juga keberhasilan upaya kesehatan gigi anak usia prasekolah dan usia balita.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut “ Apakah ada hubungan antara pengetahuan dan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dengan status karies gigi pada anak usia 2-4 tahun di Kelurahan Bukit Harapan Kecamatan Soreang Kota Parepare.”
C. Batasan Masalah
Anak usia 2-4 tahun umumnya sudah mempunyai gigi sulung yang lengkap yaitu berjumlah 20 buah dan perilaku anak dalam menjaga kesehatan termasuk kesehatan gigi masih sangat tergantung pada orang dewasa terutama ibu yang merawatnya. Kesehatan gigi anak usia ini dipengaruhi oleh perilaku ibu khususnya dalam menjaga kebersihan gigi maupun dalam memberikan makanan minuman yang dapat menyebabkan karies gigi.
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan antara pengetahuan dan praktek ibu dengan frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dan status karies gigi pada anak usia 2-4 tahun di Kelurahan Bukit Harapan Kecamatan Soreang Kota Parepare.”
2. Tujuan khusus
 Mendapatkan informasi tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun di Kelurahan Bukit Harapan Kecamatan Soreang Kota Parepare.”
 Mengetahui jenis-jenis makanan jajanan menurut status kariogenitas jajanan yang sering dikonsumsi oleh anak usia 2-4 tahun
 Mengetahui hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak usia 2-4 tahun
 Mengetahui hubungan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan frekuesi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak usia 2-4 tahun
 Mengetahui hubungan frekunsi konsumsi makanan jajanan kariogenik dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun
 Mengetahui hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun
 Mengetahui hubungan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak prasekolah usia 2-4 tahun
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan serta memberikan pengalaman langsung dalam melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah.
2. Bagi masyarakat
Menjadi bahan masukan dalam melakukan tindakan pencegahan terhadap karies gigi dan perawatan gigi sejak masih anak-anak.
3. Bagi Instansi terkait
Menjadi bahan masukan untuk menilai keadaan kesehatan gigi dan keberhasilan upaya kesehatan gigi anak usia prasekolah dan usia balita
4. Bagi mahasiswa
Sebagai tambahan informasi bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian lebih lanjut tentang karies gigi.

F. Ruang Lingkup
1. Lingkup keilmuan
Lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya bidang epidemiologi karies gigi.
2. Lingkup masalah
Permasalahan dibatasi pada hubungan antara pengetahuan dan praktek ibu dengan frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dan status karies gigi pada anak usia 2-4 tahun di Kelurahan Bukit Harapan Kecamatan Soreang Kota Parepare.
3. Lingkup Waktu
Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2010 – Maret 2010
4. Lingkup Tempat
Penelitian ini mengambil lokasi di Kelurahan Bukit Harapan Kecamatan Soreang Kota Parepare.
5. Lingkup Sasaran
Sasaran penelitian adalah anak prasekolah umur 2-4 tahun di Kelurahan Bukit Harapan Kecamatan Soreang Kota Parepare.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR KARIES GIGI
1. Definisi Karies
Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya adalah demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya , akibatnya terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa dan penyebaran infeksi ke jaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri.
2. Mekanisme Karies
Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan glukosa dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan dapat membentuk asam sehingga pH plak akan menurun sampai di bawah 5 dalam tempo 1-3 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi yang rentan dan proses kariespun dimulai. Paduan keempat faktor penyebab tersebut digambarkan sebagai empat lingkaran yang bersitumpang. Karies baru akan timbul hanya kalau keempat faktor penyebab tersebut bekerja simultan.
Karies gigi dimulai dengan terjadinya demineralisasi pada lapisan email. Email menjadi keropos dan lambat laun akan terjadi lubang pada permukaan gigi. Tanpa perawatan proses karies berjalan terus, menjalar ke lapisan dentin dan akhirnya sampai ke jaringan pulpa. Kalau proses sampai ke jaringan pulpa maka lambat laun pulpa akan mati dan membusuk dan proses radang akan menjalar terus sampai ke tulang alveola. Pada ujung akar akan timbul sebuah kantong yang berisikan nanah dan bakteri, kantong ini disebut granuloma. Granuloma menjadi sumber infeksi untuk jaringan sekitar gigi maupun organ-organ tubuh lainnya seperti ginjal, jantung, mata..
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karies
(1) Faktor dalam
Faktor resiko di dalam mulut adalah faktor yang langsung berhubungan dengan karies. Ada 4 faktor yang berinteraksi :
a. Hospes yang meliputi gigi dan saliva
 Komposisi gigi sulung
Komposisi gigi terdiri dari email dan dentin. Dentin adalah lapisan di bawah email. Struktur email sangat menentukan dalam proses terjadinya karies. Struktur email gigi terdiri dari susunan kimia kompleks dengan gugus kristal yang terpenting yaitu hidroksil apatit. Permukaan email terluar lebih tahan karies dibanding lapisan dibawahnya karena lebih keras dan padat. Permukaan email lebih banyak mengandung mineral dan bahan-bahan organik dengan air yang relatif lebih sedikit. Proses mineralisasi email tidak hanya melalui pulpa dan dentin saja, tetapi ion-ion dari saliva secara tetap meletakkan komposisi mineral langsung ke permukaan gigi atau email.
Ion kimia paling penting yang diharapkan banyak diikat oleh hidroksil apatit adalah ion fluor. Dengan penambahan fluor, hidroksil apatit akan berubah menjadi fluor apatit yang lebih tahan terhadap asam. Selain unsur fluor, ada unsur lain yang berkaitan dengan tinggi rendahnya karies. Menurut penelitian Glass dkk (1973), bila di dalam air minum terdapat banyak unsur kalsium, magnesium, molibdenum atau vanadium jumlah karies akan rendah. Sebaliknya bila air minum banyak mengandung tembaga, besi dan mangan, frekuensi karies akan lebih tinggi. Dari penelitian Newbrun (1973) juga menjelaskan klasifikasi berat ringannya pengaruh unsur tersebut dengan karies sehingga jelas bahwa modifikasi komposisi kimiawi gigi berpengaruh pada resistensi permukaan email terhadap karies.
Proses karies pada gigi tetap sama dengan pada gigi sulung. Kuat lemahnya struktur gigi terhadap karies dapat dilihat dari warna, keburaman dan kelicinan gigi serta ketebalan email. Tebal email gigi sulung yang hanya setengah dari gigi tetap menyebabkan proses karies gigi sulung lebih cepat terjadi dari pada gigi tetap.
 Morfologi gigi sulung
Variasi morfologi gigi juga mempengaruhi resistensi gigi terhadap karies. Morfologi gigi sulung dapat ditinjau dari 2 permukaan :
1. Permukaan oklusal
Permukaan oklusal gigi molar sulung mempunyai bonjol yang relatif tinggi sehingga lekukan menunjukkan gambaran curam dan relatif dalam. Bentuk morfologi gigi sulung tidak banyak bervariasi kecuali gigi molar sulung pertama atas dalam bentuk dan ukurannya. Lekukan gigi sulung yang lebih dalam akan memudahkan terjadinya karies.
2. Permukaan halus
Kontak antar gigi tetap adalah kontak titik tetapi kontak antar gigi sulung merupakan kontak bidang. Hal ini disebabkan bentuk permukaan proksimal gigi sulung agak datar. Keadaan ini akan menyulitkan pembersihannya.
 Susunan gigi sulung
Gigi-gigi berjejal dan saling tumpang tindih akan mendukung timbulnya karies karena daerah tersebut sulit dibersihkan. Pada umumnya susunan gigi molar sulung rapat sedangkan gigi insisivus sulung renggang. Dari berbagai penelitian disimpulkan bahwa anak dengan susunan gigi berjejal lebih banyak menderita karies daripada yang mempunyai susunan gigi baik.
 Saliva
Di dalam mulut selalu ada saliva yang berkontak dengan gigi. Saliva berperan dalam menjaga kelestarian gigi. Banyak ahli menyatakan, saliva merupakan pertahanan pertama terhadap karies. Mereka juga menyatakan bahwa fungsi saliva sebagai pelicin, pelindung, buffer , pembersih, anti pelarut dan anti bakteri. Namun demikian saliva juga memegang peranan penting lain yaitu dalam proses terbentuknya plak gigi, saliva juga merupakan media yang baik untuk kehidupan mikroorganisme tertentu yang berhubungan dengan karies gigi.

b. Mikroorganisme
Walaupun banyak perbedaan pendapat tentang bagaimana dan mikroorganisme mana sebagai penyebab karies namun semua ahli berpendapat bahwa karies gigi tidak akan terjadi tanpa mikroorganisme. Meskipun begitu tidak semua mikroorganisme di dalam mulut penting dalam hubungan ini. Ternyata banyak mikroorganisme asidogenik di dalam mulut tidak menyebabkan karies in vitro. Selain itu beberapa individu yang mempunyai banyak mikroorganisme di dalam mulut ternyata tidak menderita karies (Volker dan Russel, 1973; Sumnich, 1977; Newburn, 1978; Miller, 1981).
Banyak dilakukan penelitian mengenai hubungan antara mikroorganisme dengan karies diantaranya penelitian klasik Orland tahun 1954 tentang tikus yang diberi makan diet karbohidrat yang sangat kariogenik. Gigi tikus tersebut ternyata tidak ada karies karena tidak ada (bebas dari) mikroorganisme. Gigi tikus tersebut terserang karies setelah ada mikroorganisme. Penelitian selanjutnya mengarah pada penelitian berbagai jenis mikroorganisme di dalam mulut yang diduga berkaitan dengan karies. Banyak yang telah membuktikan bahwa mikroorganisme di dalam mulut yang berhubungan dengan karies antara lain bermacam strain Streptococcus, Lactobacillus, Actinomices dan lain-lain. Mikroorganisme ini menempel di gigi bersama dengan plak atau debris. Plak gigi adalah media lunak non mineral yang menempel erat di gigi. Plak terdiri dari mikroorganisme (70%) dan bahan antar sel (30%) (Newburn, 1978). Lebih jauh Van Houte et al. (1981) mengemukakan bahwa 50 % mikroorganisme yang ada di plak adalah Lactobacillus kendati tidak selalu terdapat di dalam jaringan karies dan keadaannya sama di permukaan gigi yang tidak atau yang sudah diberi fluor.
c. Substrat
Substrat adalah campuran makanan halus dan minuman yang dimakan sehari-hari yang menempel di permukaan gigi. Substrat ini berpengaruh terhadap karies secara lokal di dalam mulut (Newburn,1978, Konig dan Hoogendoorn, 1982). Substrat yang menempel di permukaan gigi berbeda dengan makanan yang masuk ke dalam tubuh yang diperlukan untuk mendapatkan energi dan membangun tubuh.
Makanan pokok manusia ialah karbohidrat, lemak dan protein. Pada dasarnya nutrisi sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan gigi saat pembentukan matriks email dan kalsifikasi. Nutrisi berperan dalam membentuk kembali jaringan mulut dan membentuk daya tahan terhadap infeksi juga karies. Makanan akan mempengaruhi keadaan di dalam mulut secara lokal selama pengunyahan dan setelah ditelan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan masa pre dan pasca erupsi (Altano, 1980 dan Menaker, 1980 ). Nutrisi berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan gigi dalam struktur, ukuran, komposisi, erupsi dan ketahanan gigi terhadap karies.
d. Waktu
Pengertian waktu disini adalah kecepatan terbentuknya karies serta lama dan frekuensi substrat menempel di permukaan gigi (Newsburn, 1978 ; Konig dan Hoogendoorn ,1982). Faktor waktu menonjol setelah Vipeholm tahun 1954 (Newburn 1978) melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara waktu dengan frekuensi diet makanan dan minuman kariogenik. Ternyata memang ada hubungan di antara keduanya. Faktor ini juga tampak jelas pada percobaan binatang.
Karies gigi merupakan penyakit kronis, kerusakan berjalan dalam periode bulan atau tahun. Rata-rata kecepatan karies gigi tetap yang diamati di klinik adalah 18-6 bulan. Kecepatan karies anak-anak lebih tinggi sedangkan kecepatan kerusakan gigi penderita xerostamia lebih pendek (2 bulan ) (Newsburn, 1978).
Faktor waktu ini jelas terlihat pada anak yang diberi minum susu atau cairan manis lainnya melalui botol. Ketika anak tidur dengan dot kater di botol masih berada di mulutnya, cairan dari botol akan tergenang di mulut dalam waktu lama. Kecepatan kerusakan gigi akan jelas terlihat dengan timbulnya karies menyeluruh dalam waktu singkat (terjadi karies botol ) (Finn, 1973; Miller, 1981; Jonsen, 1984). Selain itu keadaan yang dapat menyebabkan substrat lama berada dalam mulut ialah kebiasaan anak menahan makanan di dalam mulut dimana makanan tidak cepat-cepat ditelan.
(2) Faktor Luar
a. Usia
Sejalan dengan pertambahan usia seseorang, jumlah kariespun juga akan bertambah. Hal ini jelas karena faktor risiko terjadinya karies akan lebih lama berpengaruh terhadap gigi. Anak yang pengaruh faktor risiko terjadinya karies kuat akan menunjukkan jumlah karies lebih besar dibanding yang kurang kuat pengaruhnya.
b. Jenis kelamin
Dari berbagai penelitian menyatakan bahwa prevalensi karies gigi tetap wanita lebih tinggi dibandingkan pria. Demikian juga dengan anak-anak, prevalensi karies gigi sulung anak perempuan sedikit lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki. Hal ini disebabkan antara lain karena erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibanding anak laki-laki sehingga gigi anak perempuan berada lebih lama dalam mulut. Akibatnya gigi anak perempuan akan lebih lama berhubungan dengan faktor risiko terjadinya karies.
c. Suku bangsa
Beberapa penelitian menunjukkan ada perbedaan pendapat hubungan suku bangsa dengan prevalensi karies, semua tidak membantah bahwa perbedaan ini karena keadaan sosial ekonomi, pendidikan, makanan, cara pencegahan karies dan jangkauan pelayanan kesehatan gigi yang berbeda di setiap suku tersebut.
d. Letak geografis
Keadaan geografis berpengaruh dalam hal terjadinya karies karena kandungan fluor air minum. Bila air minum mengandung fluor 1 ppm maka gigi mempunyai daya tahan terhadap karies tetapi bila air minum mengandung lebih besar dari 1 ppm maka akan terjadi Mottled teeth yang menyebabkan kerusakan email berupa bintik-bintik hitam.
e. Kultur sosial penduduk
Wycoff (1980) menjelaskan bahwa ada hubungan antara keadaan sosial ekonomi dan prevalensi karies. Faktor yang mempengaruhi keadaan ini adalah pendidikan dan penghasilan yang berhubungan dengan diet, kebiasaan merawat gigi dan lain-lain.
f. Kesadaran, sikap dan perilaku individu terhadap kesehatan gigi
Fase perkembangan anak usia di bawah 5 tahun masih sangat tergantung pada pemeliharaan dan bantuan orang dewasa dan pengaruh paling kuat dalam masa tersebut datang dari ibunya. Peranan ibu sangat mementukan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Demikian juga keadaan kesehatan gigi dan mulut anak usia prasekolah masih sangat ditentukan oleh kesadaran, sikap dan perilaku serta pendidikan ibunya.


B. Pemeriksaan Gigi Sulung dan Kebersihan Mulut Anak
1. Indeks def-t
Indikator karies gigi dapat berupa prevalensi karies gigi dan skor dari indeks karies. Indeks karies gigi yaitu angka yang menunjukkan jumlah gigi karies seseorang atau sekelompok orang. Indeks karies gigi tetap disebut DMF (D, decayed = gigi karies yang tidak ditambal ; M, missing = gigi karies yang sudah atau yang seharusnya dicabut; F, filled = gigi yang sudah ditambal), pertama kali diperkenalkan oleh Klein tahun 1938 (Muhler, 1954) dan untuk gigi sulung disebut def, oleh Gruebbel tahun 1944 (James dan Beal, 1981). Indeks karies gigi (DMF/def) adalah jumlah gigi karies yang masih bisa ditambal (D, untuk gigi tetap; d, untuk gigi sulung) ,ditambah dengan gigi karies yang tidak dapat ditambal lagi atau gigi dicabut (M, untuk gigi tetap; e, untuk gigi sulung) dan jumlah gigi karies yang sudah ditambal (F, untuk gigi tetap; f, untuk gigi sulung). Indeks DMF atau def gigi disebut DMF-T (DMF-Tooth) untuk gigi tetap atau def-t untuk gigi sulung.
Batasan prevalensi dan indeks ini dapat secara seragam digunakan untuk mengumpulkan data sehingga diketahui keadaan kesehatan gigi rata-rata tiap orang di suatu populasi tertentu (Muhler, 1954; Finn, 1977; WHO, 1977; Barmes, 1981; James dan Beal, 1981; Jong, 1981). Kategori tinggi rendahnya prevalensi karies di suatu daerah atau negara adalah :
Keparahan karies Kategori
0,0 – 1,1
1,2 – 2,6
2,7 – 4,4
4,5 – 6,6
> 6,6 sangat rendah
rendah
sedang
tinggi
sangat tinggi
2. Pengukuran tingkat kebersihan gigi dan mulut
Adanya plak atau debris di permukaan gigi dapat dipakai sebagai indikator kebersihan mulut. Grenn dan Vermillon (1960, 1964), Marten dan Meskin (1972) dan WHO (1977) mengusulkan cara untuk menilai kebersihan mulut dengan memberi skor adanya plak atau debris atau karang gigi yang menempel di permukaan gigi. Indeks debris yang sering dipakai untuk menilai kebersihan mulut adalah Indeks kebersihan mulut (OHI = Oral Hygiene Index ) dari Green dan Vermillon (1964) (Sutatmi Suryo, 1977). Cara lebih sederhana sehingga memudahkan penelitian dengan sampel besar dipakai OHI-S (Oral Higiene Index Simplified), yaitu memberi skor debris (DI) dan calculus indeks (CI) kepada enam permukaan gigi tertentu (Green dan Vermillon, 1964)
Keuntungan OHI-S adalah :
• Kriteria obyekif
• Pemeriksaan dilakukan dengan cepat
• Tingkat reproducibility yang tinggi dimungkinkan dengan masa latihan yang minimum
• Dapat mengevaluasi kebersihan gigi dan mulut secara pribadi
Penentuan skor :
(1) Debris Indeks (DI)
DI adalah skor dari endapan lunak yang terjadi karena adanya sisa makanan yang melekat pada gigi tertentu.
Skor debris
Skor 0 = tidak ada debris sama sekali
Skor 1 = debris ada di sepertiga sevikal permukaan gigi
Skor 2 = debris sampai mencapai pertengahan permukaan gigi
Skor 3 = debris sampai mencapai daerah sepertiga oklusal atau insisial permukaan gigi


(2) Calculus Indeks (CI)
CI adalah skor dari endapan keras (karang gigi) atau debris yang mengalami pengapuran yang melekat pada gigi penentu.
Calculus Indeks
Skor 0 = tidak ada karang gigi sama sekali
Skor 1 = karang gigi ada di sepertiga sevikal permukaan gigi
Skor 2 = karang gigi sampai mencapai pertengahan permukaan gigi
Skor 3 = karang gigi sampai mencapai daerah sepertiga oklusal atau insisial permukaan gigi


(3) Kategori keadaan kebersihan gigi dan mulut :
Skor OHI-S Keadaan
0,0 – 1,2
1,3 - 3,0
3,1 – 6,0 Baik
Sedang
Kurang
C. Makanan Jajanan
Makanan jajanan adalah makanan atau minuman yang siap dikonsumsi, yang dijual di tempat umum dan terlebih dahulu telah dipersiapkan atau dimasak di tempat produksi (rumah) atau di tempat penjualan (Fardiaz, 1992). Sedangkan berjajan diartikan sebagai membeli panganan di kedai atau yang dijajakan. Menurut Winarno (1998) makanan jajanan/jajan pasar yaitu jenis masakan yang dimakan sepanjang hari, sebagai hiburan, tidak terbatas pada suatu waktu, tempat dan jumlah yang dikonsumsi. Bagi masyarakat Indonesia, jajan sudah menjadi kebiasaan bahkan dapat dikatakan sebagai bagian dari pola makan masyarakat Indonesia.
Perkembangan di dunia industri makanan telah menghasilkan produk-produk makanan yang siap disantap dan minuman awet yang dapat dengan mudah diperoleh di pasaran. Hal ini didorong oleh kebutuhan konsumen akan produk-produk yang serba praktis termasuk makanan. Kesibukan yang menyita waktupun telah turut menjadikan makanan jajanan sebagai salah satu alternatif pemenuhan kebutuhan tubuh akan zat gizi selain berfungsi sebagai makanan selingan yang dimakan diantara waktu makan.
Kebiasaan jajan atau mengkonsumsi makanan jajanan yang salah di masa kanak-kanak dapat membawa dampak berupa timbulnya penyakit yang sifatnya akut atau kronis. Efek negatif jajanan bisa diderita dalam jangka waktu yang singkat maupun sepanjang hayat. Berikut ini adalah beberapa contoh dampak negatif dari jajanan :
• Anak menjadi sulit makan dan menurut Winarno (1993) dapat juga mengurangi nafsu makan karena seringkali anak menjadi terlalu kenyang, lebih-lebih jika jajan berkali-kali dalam sehari. Hal ini dapat menyebabkan anak mederita berbagai penyakit akibat kurang gizi.
• Higiene sanitasi dan keamanan makanan jajanan yang kurang dapat menyebabkan keracunan makanan dan infeksi bakteri sehingga anak menderita muntah-muntah, sakit perut bahkan diare.
• Kandungan bahan makanan tambahan yang mengandung bahan kimia tertentu pada makanan jajanan dengan tujuan pengawatan, penguat rasa maupun pewarna dapat menjadi pencetus gejala alergi, diare, pusing, muntah bahkan secara komulatif bisa menimbulkan kanker.
• Kualitas jajanan yang rendah akibat cara persiapan maupun pengolahan bahan yang tidak tepat dapat menyebabkan hilangnya zat gizi tertentu.
• Sebagian besar makanan jajanan kaya akan kalori atau biasanya dibuat dari tepung-tepungan dan gula tetapi miskin akan zat gizi tertentu. Ketidakseimbangan zat gizi dalam makanan jajanan dapat menyebabkan kegemukan yang selanjutnya dapat menyebabkan hilangnya rasa percaya diri dan beresiko tinggi terhadap berbagai macam penyakit degeneratif seperti penyempitan pembuluh darah dan jantung koroner.

D. Makanan Kariogenik
Makanan kariogenik adalah makanan yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi. Sifat makanan kariogenik adalah banyak mengandung karbohidrat, lengket dan mudah hancur di dalam mulut. Dari penelitian Altano (1980) dan Menaker (1980) menyatakan adanya hubungan antara masukan karbohidrat dengan karies. Hubungan antara konsumsi karbohidrat dengan terjadinya karies gigi ada kaitannya dengan pembentukan plak pada permukaan gigi. Plak terbentuk dari sisa-sisa makanan yang melekat di sela-sela gigi dan pada plak ini akhirnya akan ditumbuhi bakteri yang dapat mengubah glukosa menjadi asam sehingga pH rongga mulut menurun sampai dengan 4,5. Pada keadaan demikian maka struktur email gigi akan terlarut. Pengulangan konsumsi karbohidrat yang terlalu sering menyebabkan produksi asam oleh bakteri menjadi lebih sering lagi sehingga keasaman rongga mulut menjadi lebih asam dan semakin banyak email yang terlarut.
Kariogenitas suatu makanan tergantung dari :
(1) Bentuk fisik
Karbohidrat dalam bentuk tepung atau cairan yang bersifat lengket serta mudah hancur di dalam mulut lebih memudahkan timbulnya karies dibanding bentuk fisik lain, karbohidrat seperti ini misalnya kue-kue, roti, es krim, susu, permen dan lain-lain (Bibby, 1975 dan 1983 ; Newburn, 1978; Konig dan Hoogendoorn, 1982). Bibby dan Huang (1980) membuktikan dalam percobaan in vitro bahwa susu kental lebih menyebabkan demineralisasi dibandingkan dengan susu kering. Susu coklat lebih merusak dibandingkan susu saja.
Sebaliknya makanan yang kasar dan berserat menyebabkan makanan lebih lama dikunyah. Gerakan mengunyah sangat menguntungkan bagi kesehatan gigi dan gusi. Mengunyah akan merangsang pengaliran air liur yang membasuh gigi dan mengencerkan serta menetralisasi zat-zat asam yang ada. Makanan berserat menimbulkan efek seperti sikat dan tidak melekat pada gigi. Titik-titik positif pada buah segar adalah kadar vitamin, kadar mineral, kaya akan serabut kasar dan air serta sifat-sifat yang merangsang fungsi pengunyahan dan sekresi ludah. Buah yang mempunyai sifat sebagi pembersih alami seperti apel, benkoang, pir, jeruk.
(2) Jenis
Pada umumnya para ahli sependapat bahwa karbohidrat yang berhubungan dengan proses karies adalah polisakarida, disakarida, monosakarida dan sukrosa terutama mempunyai kemampuan yang lebih efisien terhadap pertumbuhan mikroorganisme asidogenik dibanding karbohidrat lain. Sukrosa dimetabolisme dengan cepat untuk menghasilkan zat-zat asam. Makanan manis dan penambahan gula dalam minuman seperti air teh atau kopi bukan merupakan satu-satunya sukrosa dalam diet seseorang.
(3) Frekuensi konsumsi
Frekuensi makan dan minuman tidak hanya menentukan timbulnya erosi tetapi juga kerusakan karies. Dari penelitian Rugg-Gunn et al (1980) menyatakan banyaknya intake gula harian lebih besar korelasinya dibanding dengan frekuensi makan gula. Hubungan gula dalam snack dengan karies lebih besar dari total diet karena snack lebih sering dimakan dalam frekuensi tinggi. Dalam studi Vipeholm dijelaskan bahwa karies didasarkan oleh frekuensi yang tinggi makan makanan kecil. Dari beberapa penelitian lain ditemukan hal-hal sebagai berikut (Silverstone , 1981)
Komposisi gula yang meningkat akan meningkatkan aktivitas karies.
1. Kemampuan gula dalam menimbulkan karies akan bertambah jika dikonsumsi dalam bentuk yang lengket
2. Aktivitas karies juga meningkat jika jumlah konsumsi makan makanan yang manis dan lengket ditingkatkan
3. Aktivitas karies akan menurun jika ada variasi makanan
4. Karies akan menurun jika menghilangkan kebiasaan makan-makanan manis yang lengket dari bahan makanan.

E. Frekuensi Konsumsi Pangan
Metoda frekuensi pangan didesain untuk mendapatkan data kualitatif, informasi deskriptif tentang pola konsumsi pangan. Metoda ini tidak digunakan untuk data kuantitatif intake zat-zat gizi. Pertanyaan –pertanyaan dalam kuesioner terdiri dari dua bagian, yaitu :
1. Daftar bahan pangan
Daftar bahan pangan dapat terkonsentrasi pada satu kelompok bahan pangan dan dapat pula berupa bahan pangan yang dikonsumsi dalam hubungan dengan musim atau kejadian tertentu atau dapat pula mengetahui keanekaragaman pola konsumsi dari suatu populasi.
2. Satu set frekuensi konsumsi bahan-bahan pangan
Tujuan dari metoda frekuensi pangan ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang frekuensi konsumsi bahan pangan tertentu atau kelompok bahan pangan , selama waktu tertentu (seperti harian, mingguan, bulanan). Zat gizi tertentu dapat diperoleh dari kombinasi bahan pangan tertentu yang merupakan fokus kuesioner. Misalnya frekuensi konsumsi buah-buahan segar dan sari buah dapat merupakan golongan makanan sumber konsumsi vitamin C, sayuran hijau dan wortel merupakan golongan makanan sumber konsumsi karoten. Sereal, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran merupakan golongan makanan sumber konsumsi serat.

F. Tinjauan Umum Pengetahuan, Sikap dan Praktek sebagai Komponen Perilaku.
Perilaku menurut Notoatmodjo (1990) adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Bentuk operasional dapat dikelompokkan menjadi 3 :
1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu mengetahui situasi atau rangsangan dari luar.
Pengetahuan diperoleh setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan pendorong yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket.
2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar si subyek yang menimbulkan perasaan suka atau tidak suka.
Sikap merupakan produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuatu dengan rangsangan yang diterimanya. Sebelum orang itu mendapatkan informasi atau melihat obyek itu tidak mungkin terbentuk sikap. Meskipun dikatakan mendahului tindakan, sikap belum tentu tindakan aktif tetapi merupakan predisposisi (melandasi/mempermudah) untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap obyek tertentu mencakup komponen kognisi, afeksi dan konasi. Menurut Berkowitz (1997) sikap merupakan respon evaluatif yang menempati sikap sebagai perilaku yang tidak statis walaupun pembentukan sikap seringkali tidak disadari oleh orang yang bersangkutan akan tetapi bersifat dinamis dan terbuka terhadap kemungkinan perubahan karena interaksi dengan lingkungan. Sikap akan ada artinya bila ditampakkan dalam bentuk pernyataan, lisan maupun perbuatan dan apa yang dinyatakan seseorang sebagai sikapnya secara terbuka tidak selalu sesuai dengan sikap hati sesungguhnya. Jadi penyimpulan mengenai sikap individu sangat sulit bahkan dapat menyesatkan bila diambil dalam bentuk perilaku yang tampak.
3. Perilaku dalam bentuk tindakan/praktek yang sudah nyata yaitu berupa perbuatan terhadap situasi dan atau rangsangan dari luar.
Menurut WHO (1984) ada 4 alasan utama seseorang akan berperilaku:
1. Pikiran dan perasaan yang termasuk dalam hal ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap dan nilai-nilai.
2. Orang yang dianggap penting seperti orang tua, orang yang dipercaya.
3. Sumber daya termasuk fasilitas, dana, waktu, ketrampilan.
4. Kebudayaan atau perilaku normal, kebiasaaa, nilai dan penggunaan sumber-sumber dalam masyarakat.

G. Perilaku Anak dalam Makan
Anak membutuhkan orang lain dalam perkembangannya. Orang lain yang paling utama dan pertama bertanggung jawab adalah orang tuanya sendiri. Perilaku anak kecil lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggapnya penting seperti ibu, begitu juga dalam hal makanan. Apa yang anak pelajari tentang apa dan bagaimana makan akan membentuk pola makan tertentu sampai dia dewasa. Ibu mempunyai peran penting dalam membentuk pola makan anak terutama pada fase perkembangan anak usia di bawah 5 tahun.
Sejak anak lahir, ibu mulai mengenalkan anak pada makanan dengan memberikan ASI. Menyusui bayi merupakan tradisi yang masih umum dijumpai di Indonesia, meski periodenya berbeda dari satu tempat dengan yang lainnya. Di desa ibu menyusukan bayinya hingga 12 bulan sampai 24 bulan. Sebagian besar anak disapih menjelang umur 2 tahun. Di daerah kota periode penyusuan umumnya lebih pendek.
Setelah anak disapih, anak mulai dikenalkan pada makanan lain selain ASI. Pada usia 1-3 tahun anak bersifat konsumen pasif. Makanan tergantung pada apa yang disediakan ibu. Gigi susu juga telah tumbuh tetapi belum dapat digunakan mengunyah makanan yang terlalu keras. Ibu hanya memberikan makanan yang teksturnya lunak namun anak hendaknya sudah diarahkan untuk mengikuti pola makan orang dewasa. Selanjutnya fase perkembangan anak usia 4-6 tahun, anak mulai bersifat konsumen aktif dimana mereka telah dapat memilih makanan yang disukai. Pada usia ini kebiasaan yang baik sudah harus ditanamkan.
Bagi sebagian besar ibu, pemberian kasih sayang pada anak masih kecil cukup dengan memberikan kepuasan emosi pada anak-anak mereka. Orang tua cukup memenuhi kehendak anak, bahkan biasanya disiplin tidak terlalu ketat. Kebiasaan seperti ini berlaku juga dalam pemberian makanan. Ibu banyak yang memberikan makanan yang menjadi keinginan anak tanpa melihat apakah makanan tersebut sehat dan baik dikonsumsi bagi anak.
Anak-anak umumnya menyukai makanan yang manis-manis. Kebiasaan ini terbentuk karena ibu membiasakan anak mengkonsumsi makanan yang manis dengan atau tanpa mereka sadari. Melalui penambahan gula pada susu, makanan bayi, penggunaan obat-obatan dalam bentuk sirup, lama-lama kebiasaan ini akan berlanjut sampai dewasa untuk terus mengkonsumsi makanan yang manis-manis.
Kerangka Teori
Faktor dari dalam :
1. Struktur gigi
2. Morfologi gigi
3. Susunan gigi geligi di rahang
4. pH saliva
5. Kebersihan mulut
6. Jumlah dan frekuensi makanan kariogenik
7. Karies gigi anak

Faktor luar :
1. Pengetahuan, sikap dan praktek terhadap pemeliharaan kesehatan gigi
2. Usia
3. Jenis kelamin
4. Suku bangsa
5. Letak geografis
6. Kultur sosial
Sumber : Suwelo, 1992 dengan modifikasi = variabel yang diteliti
Gambar 2.2 Kerangka Teori Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Karies Gigi






BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
I. Pengetahuan ibu dalam pemberian makanan jajanan
Praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan
Frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak
II. Frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak
Karies gigi pada anak

Kebersihan gigi dan mulut
- OHI-S
- praktek kebersihan gigi oleh anak

Keterangan :
I : kerangka konsep I
II : kerangka konsep II

B. Hipotesis
1. Ada hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak usia 2-4 tahun
2. Ada hubungan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak usia 2-4 tahun
3. Ada hubungan frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun di Kelurahan Tegalsari
4. Ada hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun
5. Ada hubungan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel penelitian
Kerangka Konsep I
• Variabel bebas : Pengetahuan dan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan
• Variabel terikat : Frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak
Kerangka Konsep II
• Variabel bebas : Frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak
• Variabel terikat : Karies gigi pada anak
- Variabel pengganggu : Kebersihan gigi dan mulut yang meliputi OHI-S dan praktek kebersihan gigi oleh anak


Definisi operasional
1. Karies gigi pada anak
Indeks def-t responden yang diperoleh dengan menjumlahkan gigi sulung karies ( d=decayed) di subyek, baik yang belum atau sudah ditambal (=extracted ) dan yang seharusnya atau sudah dicabut ( f=filled)
Skala : rasio
Untuk memudahkan dalam analisa deskriptif keparahan karies digolongkan menjadi :
Keparahan karies Kategori
0,0 - 0,241
0,242 - 0,394
>0,394 Ringan
Sedang
Berat
2. Makanan jajanan
Makanan atau minuman selain makanan pokok yang berbentuk kemasan atau tidak, yang dibuat oleh industri atau dibuat sendiri, yang dijajakan maupun tidak, yang dimakan di antara waktu makan sebagai selingan , terbagi dalam :
I. Makanan kariogenik
Makanan kariogenik adalah makanan atau minuman yang mudah menimbulkan karies yang bersifat manis, lengket dan mudah hancur di dalam mulut
II. Makanan non kariogenik
Makanan non kariogenik adalah makanan yang tidak menimbulkan terjadinya karies tetapi justru bersifat sebagai pencegah terjadinya karies.
3. Frekuensi konsumsi makanan jajanan
Berapa kali per minggu anak umur 2-4 tahun mengkonsumsi makanan jajanan yang diperoleh dengan metoda frekuensi konsumsi pangan selama satu minggu.
Skala : rasio
Dalam deskriptif frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dan non kariogenik dikelompokkan :
1. Tiap jenis makanan kariogenik
Sering sekali : konsumsi >14 kali/minggu
Sering : konsumsi 8-14 kali/minggu
Jarang : konsumsi 1-7 kali/minggu
Tidak pernah : tidak mengkonsumsi
2. Total konsumsi makanan kariogenik
Sering sekali : konsumsi >70 kali/minggu
Sering : konsumsi 35-70 kali/minggu
Jarang : konsumsi 1-35 kali/minggu
3. Makanan non kariogenik
Sering sekali : konsumsi >7 kali/minggu
Sering : konsumsi 4-7 kali/minggu
Jarang : konsumsi 1-3 kali/minggu
Tidak pernah : tidak mengkonsumsi
4. OHI-S
Pemeriksaan gigi dan mulut dengan menjumlahkan skor debris dan calculus indeks dibagi jumlah gigi yang dinilai.
Skala : rasio
Dalam deskriptif hasil penelitian keadaan kebersihan gigi dan mulut dikelompokkan :
Skor OHI-S Keadaan
0,0 – 1,2
1,3 - 3,0
3,1 – 6,0 Baik
Sedang
Kurang
5. Pengetahuan ibu
Kemampuan ibu responden untuk menjawab dengan benar pada kuesioner tentang karies dan makanan jajanan.
Skala : rasio
Dalam deskriptif hasil penelitian tingkat pengetahuan dikelompokkan menjadi :
a) baik dengan nilai 3-5
b) kurang dengan nilai 0-2
6. Praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan
Tindakan nyata yang dilakukan ibu responden dalam memberikan atau menyediakan makanan jajanan.
Skala : rasio
Dalam deskriptif hasil penelitian, praktek ibu dalam pemberiaan makanan jajanan dikelompokkan :
a) baik dengan nilai >19
b) sedang dengan nilai 15-19
c) kurang dengan nilai 10-14
7. Praktek kebersihan gigi oleh anak
Tindakan nyata yang dilakukan oleh anak dalam menjaga kebersihan gigi

D. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah Explanatory yaitu menjelaskan hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas melalui pengujian hipotesa. Metode yang digunakan adalah survei dengan pendekatan cross sectional.

E. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak di Kelurahan Bukit Harapan Kecamatan Soreang Kota Parepare yang berumur 2-4 tahun
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan rumus :
n =
keterangan : n : sampel
: standar deviasi untuk 1,96 dengan taraf kepercayaan 95%
d : derajat ketepatan yang digunakan yaitu sebesar 10 % atau 0,1
p : proporsi populasi antisipasi digunakan 80 % atau 0,8 (dari penelitian prevalensi karies sebesar 71-87,10%)
q : populasi tanpa atribut, p-1=0,2
Dengan demikian besar sampel :
n =
= 64 orang
Teknik pengambilan sampel dengan metode simple random sampling
Sampel dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi :
a) anak usia 2-4 tahun
b) Sehari-hari tinggal di wilayah Kelurahan Bukit Harapan Kecamatan Soreang Kota Parepare.
Kriteria eksklusi :
1. anak yang mengkonsumsi susu, susu bukan sebagai makanan pokok
2. Responden
Responden dalam penelitian ini adalah ibu dari anak yang menjadi sampel

F. Pengumpulan Data
1. Data primer
• Data diperoleh melalui wawancara dengan responden
• Pemeriksaan gigi anak
2. Data sekunder
Data sekunder sebagai data pendukung diperoleh dari kantor Kelurahan Bukit Harapan Kecamatan Soreang Kota Parepare.

G. Pengolahan dan Analisis Data
1. Editing
Untuk memeriksa kelengkapan kuesioner dan hasil pemeriksaan gigi
2. Koding
Pengisian kotak dalam daftar pertanyaan untuk pengkodean yang berdasarkan jawaban yang telah diisikan dalam kuesioner
3. Skoring
Nilai skor akhir diperoleh dari jumlah skor masing-masing pertanyaan dalam kuesioner
4. Tabulasi dan analisis data
Pengolahan dan analisis data menggunakan program SPSS for Windows riliase 9.0. Data yang telah diskor kemudian ditabulasikan dan dilakukan analisis stastistik dengan menggunakan uji Rank Spearman untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dan konsumsi makanan jajanan dan karies gigi dengan langkah-langkah :
a. Data yang telah ditabulasikan kemudian dilakukan analisis pada SPSS dengan mengklik icon Analyze
b. Sorot Correlate dan pilih Bivariate
c. Setelah tabel Bivariate Correlation muncul, pilih variabel yang akan dikorelasikan
d. Pada kotak Correlation Coefficient pilih Spearman
e. Klik Ok, maka tabel korelasi akan muncul.
Nilai korelasi :
rs = 0 berarti tidak ada korelasi
rs 0,5 berarti korelasinya lemah
rs > 0,5 berarti korelasinya cukup kuat
rs =1 berarti korelasinya sempurna
Taraf signifikansi atau kemaknaan dapat diketahui dengan p (value), jika :
p 0,05 berarti korelasinya tidak bermakna
H. Organisasi Penelitian
Penelitian dilakukan perseorangan
I. Rencana Biaya
Penelitian dilakukan dengan wawancara sehingga sedikit membutuhkan biaya. Biaya ditanggung oleh peneliti.


BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Karies_gigi Read More..

Selasa, Oktober 13, 2009

hai hai hai

Read More..

Limbah

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar belakang.

    Air merupakan kebutuhan primer bagi kehidupan di muka bumi terutama bagi manusia. Oleh karena itu apabila air yang akan digunakan mengandung bahan pencemar akan mengganggu kesehatan manusia, menyebabkan keracunan bahkan sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian apabila bahan pencemar itu tersebut menumpuk dalam jaringan tubuh manusia.
    Bahan pencemar yang menumpuk dalam jaringan organ tubuh dapat meracuni organ tubuh tersebut, sehingga organ tubuh tidak dapat berfungsi lagi dan dapat menyebabkan kesehatan terganggu bahkan dapat sampai meninggal.Selain bahan pencemar air seperti tersebut di atas ada juga bahan pencemar berupa bibit penyakit (bakteri/virus) misalnya bakteri coli, disentri, kolera, typhus, para typhus, lever, diare dan bermacammacam penyakit kulit. Bahan pencemar ini terbawa air permukaan seperti air sungai dari buangan air rumah tangga, air buangan rumah sakit, yang membawa kotoran manusia atau kotoran hewan.
       Adapun pola penyebaran penduduk yang tidak merata dan volume penduduk pendatangnya cukup besar. Hal ini mengakibatkan makin berkembangnya permukiman-permukiman yang kurang terencana dengan baik dan kurang terencana sehingga dapat mengakibatkan sistem pembuangan limbah rumah tangga seperti pembuangan limbah kamar mandi/wc dan dapur tidak terkoordinasi dengan
baik.

Limbah tersebut dapat berakibat pada pencemaran air tanah yang dapat mengakibatkan terjadinya enyebaran beberapa penyakit menular. Hasil penelitian terhadap air sumur yang berasal dari air sumur bor tidak mengalami pencemaran oleh bakteri, sehingga air sumur bor dapat dikonsumsi menjadi air minum. Untuk air yang berasal dari sumur gali sebagian besar tercemar oleh bakteri E.Coli dan bakteri Coliforms, sehingga air sumur yang berasal dari sumur gali sebagian tidak boleh dikonsumsi menjadi air minum. Tetapi sebagian besar (82,98 %) penduduk memakai air dari PDAM untuk kebutuhan sehari-harinya.
Diantara sekian banyak bahan pencemar air limbah  ada yang beracun dan berbahaya dan dapat menyebabkan kematian. Telah anda pelajari bahwa bahan pencemar air antara lain ada yang berupa logam-logam berat seperti arsen (As), kadmium (Cd), berilium (Be), Boron (B), tembaga (Cu), fluor (F), timbal (Pb), air raksa (Hg), selenium (Se), seng (Zn), ada yang berupa oksida-oksida karbon (CO dan CO2), oksidaoksida nitrogen (NO dan NO2), oksida-oksida belerang (SO2 dan SO3), H2S, asam sianida (HCN), senyawa/ion klorida, partikulat padat seperti asbes, tanah/lumpur, senyawa hidrokarbon seperti metana, dan heksana. Bahan-bahan pencemar ini terdapat dalam air, ada yang berupa larutan ada pula yang berupa partikulat-partikulat, yang masuk melalui bahan makanan yang terbawa ke dalam pencernaan atau melalui kulit
B.    Rumusan masalah
1.    Apakah  defenisi dari air limbah
2.    Apakah  Maksud dan tujuan pembuangan  dari  air limbah
3.    Sebutkan Jenis-jeins limbah
4.    Bagaimana kerakteristik air limbah
5.    Bagaimana cara pembuangan limbah
6.   
C.    Tujuan penulisan
1.    Mengetahui pengertian dari  pencemaran air limbah
2.    Mengetahui maksud dan tuuuan pembuangan air limbah
3.    mengetahui jenis-jenis air limbah dan karakteristik air limbah
4.    Bagaimana dampak pencemaran air limbah
5.    Mengetahui cara penanganan/pembuangan limbah.
BAB II
PEMBAHASAN


A.    Defenisi  pencemaran air  limbah
    Pencemaran air limbah  adalah masuknya atau di masukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkanya.
Limbah atau sampah yaitu limbah atau kotoran yang  dihasilkan karena pembuangan sampah atau zat kimia  dari pabrik-pabrik.Limbah atau sampah juga  merupakan suatu  bahan yang tidak berarti  dan tidak berharga ,tapi kita tidak mengetahui bahwa  limbah juga bisa menjadi sesuatu yang berguna  dan bermanfaat jjika diproses  secara bsik dan benar .Limbah atau sampah juga berarti  sesuatu yang tidak berguna yang dibuang oleh kebanyakan orang, mereka menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak berguna  dan jika dibiarkan terlalu lama   maka akan menyebabkan penyakit   padahal dengan pegolahan sampah secara benar  maka bisa menjadikan menjadi sesuatu yang ekonomis .
Yang dimaksud  dengan air limbah (sewage) adalah excreta manusia , air kotor dari dapur, kamar mandi dan W.C dari perusahaan – perusahaan termasik pula air kotor  dari permukaan tanah dan air hujan.

B.  Maksud dan tujuan pembuangan air limbah
Maksud pengaturan pembuangan air limbah adalah :
•    Untuk  mencegah pengotoran sumber air rumah tangga .
•    Menjaga makanan kita misalnya : sayurang yang dicuci  dengan air permukaan.
•    Perlindungan terhadap ikan yang  hidup dalam kolam  ataupun dikali.
•    Menghindari pengotoran tanah permukaan.
•    Perlindungan air untuk ternak.
•    Menghilangkan tempat berrkembang  biaknya bibit bibit penyakit (cacing dan sebagainya) dan vector penyebar  penyakit  (nyamuk lalat dan sebagainya).
•    Menghilangkan adanya bau-bau an dan pemandangan yang tidak sedap.

C.   Jenis-jenis limbah
a. Berdasarkan  asalnya ,limbah dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
1.   Limbah Organik
    Limbah ini terdiri atas bahan-bahan  yang bersifat organic seperti  dari kegiatan rumah tangga, kegiatan industri ,  limbah ini juga bisa dengan  mudah  diuraikan  melalui proses  yang alami. Limbah pertanian berupa sisa tumpahan  atau penyemprotan  yang berlebihan, misalnya  dari pestisida  dan herbisida , begitu  pula  dengan  pemupukan  yang berlebihan  limbsh ini  mempunyai sifat kimia  yang stabil  sehingga tersebut akan mengendap  kedalam tanah,dasar sungai, danau,  serta laut dan selanjutnya  akan mempengaruhi  organisme yang hidup didalamnnya..sedangkan limbah rumah tangga  dapat berupa  padatan seperti kertas ,plastic, dan lain-lain .damn berupa  cairan seperti air cucian ,minyak goreng  bekas dan lain-lain. Limbah  tersebut ada yang mempunyai  daya racun tinggi  misalnya   Misalnya : Sisa obat, beterai bekas, dan air aki.Limbah tersebut golongan (B3) yaitu bahan berbahaya dan beracun , sedangkan limbah air  : cucian , limbah kamar mandi, dapat mengandung bibit –bibit  penyakit atau pencemar  biologis seperti  bakteri, jamur, virus dan sebagainya.

2.   Limbah anorganik
    Limbah ini terdiri atas  limbah  industri atau limbah pertambangan. Limbah  anorganik berasal  dari sumber daya alam yang tidak dapat di uraikan  dan tidak dapat diperbaharui .Air limbah industri dapat diperbaharui . Air limbah  industri dapat mengandung berbagai jenis bahan anorganik ,zat-zat tersebut adalah :
    Garam anorganik seperti magnesium sulfat, magnesium, klorida yang berasal dari  industri pengolahan biji logam  dan bahan bakar  fosil.
    Adapula limbah anorganik yang bersal dari  kegiatan rumah  tangga seperti kegiatan rumah  tnagga seperti botol  plastic,n botol kaca, tas plastic.kaleng,  dan aluminium.

b. Berdasarkan  sumbernya ,limbah dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
1.    Air buangan yang bedrsumber dari rumah tangga (Domestic wastes water)
Adalah air limbah yang berasal dari  pemukiman penduduk. Pada umumnya air limbah ini terdiri dari ekskreta (tinja dan air seni), air bekas cucian  dapur  dan kamar mandi,dan umumnya  terdiri dari bahan-bahan organic.
2.  Air buangan industri (industrial wastes water), yang bersal dari berbagai  jenis industri   akibat proses  produksi. Zat- zat yang terkandung dalamnya  sangat bervariasi  sesuai  dengan bahan baku  yang dipakai oleh  masing masing industri, antara lain :nitrogen , sulfida, amoniak, lemak, garam-garam, zat pewarna, mineral, logam berat, zat pelarut,dan sebagainya. OLeh sebab itu, pengolahan jenis air  limbah ini, agar tidak menimbulkan polusi lingkungan menjadi rumit.
3.   Air buangan kotapraja (municipal wastes water) yaitu air buangan  yang berasal dari  daerah : perkantoran, perdagangan , hotel, restoran,  tempat-tempat umum ,tempat-tempat ibadah ,dan sebagainya.Pada umunya zat-zat  yang terkandung   dalam jenis air limbah  ini sama dengan azir limbah rumah tangga.
Macam – macam  limbah  cair
      Limbah cair domestik terdiri dari air limbah yang berasal dari perumahan dan pusat perdagangan maupun perkantoran, hotel, rumah sakit, tempat” umum, lalu lintas, dll. BOD5 (biological oxygen dmand)
     Limbah Cair Industri adalah limbah yg berasal dari induatri. Sifat-sifat air limbah industri relative bervariasi tergantung dari bahan baku yg di gunakan, pemakaian air dalam proses, dan bahan aditif yang digunakan selama proses produksi.
     Limbah Cair Pertanian berasal dari buangan air irigasi yg disalurkan kembali ke saluran drainase atau meresap ke dalam tanah. Limbah ini akan mempengruhi tingkat kekeruhan BOD5, COD ,pH . tetapi juga kadar unsure N, P, dan pestisida, insektisida
     Limbah Pertambangan berasal dari buangan pemrosesan yang terjadi diarea pertambangan misalnya tambang emas. Limbah ini akan mempengaruhi tingkat kekeruhan BOD5,COD,pH, tetapi juga kadar kimia yg digunakan dalam proses penambangan..

D. Karakteristik air limbah
Karakteristik air limbah perlu dkenal , karena hal ini akan menetukan cara pengolahan yang tepat , sehingga tidak mencemari lingkingan hidup.

Secara garis besar karakteristik air  limbah ini digolongkan  menjadi sebagai  berikut :
1.    Karakteristik fisik
Sebagian besar terdiri dari  air dan sebagian kecil dari  bahan-bahan padat suspensi .Terutama air limbah rumah tangga, biasanya berwarna suram  seperti larutan sabun ,sedikit berbau , kadang kadang mengadung  sisa-sisa kertas ,berwarna  bekas cucian  beras dan sayur , bagian – bagian  tinja, dan sebagainya.
2.    Karakteristik kimiawi
Biasanya air buangan ini mengandung  cammpuran zat-zat kimia  anorgaik  yang bersal dari  penguraian tinja , urine dan sampah-sampah lainnya. OLeh sebab itu,pada umumnya bersifat  basah pada waktu  masih baru,dan cenderung ke asam  apabila sudah membusuk. Substansi organic dalam air buangan terdiri dari dua gabungan , yakni ;
a)    Gabungan yang mengandung nitrogen , misalnya : Urea,protein, amine, dan asam amino.
b)    Gabungan yang tak mengandung nitrogen , Misalnya lemak,sabun , dan karbohidrat ,termasuk selusosa.
3.    Karakteristik bakteriologis
Kandungan bakteri pathogen serta organisme golongan coli terdapat  juga dalam air limbah  tergantung darimana  sumbernya, namun keduanya  tidak berperan  dalam proses  pengolahan  air buangan.
E.    Dampak Pencemaran Air  limbah 
 a. Dampak Pencemaran Air  limbah    terhadap Lingkungan
1.    Dampak pencemaran air terhadap kesehatan manusia.
2.    Limbah cair berdampak pada kesehatan manusia. Pengaruh langsung terhadap kesehatan, umpamanya, tergantung sekali pada kualitas air yang terkontaminasi dalam hal ini berfungsi sebagai media penyalur ataupun penyebar penyakit.
3.    Peran air sebagai pembawa penyakit menular bermacam-macam :
1. Air sebagai media untuk hidup mikroba patogen
2. Air sebagai sarang insekta penyebar penyakit
3. Jumlah air bersih yang tersedia tak cukup
4. Air sebagai media untuk hidup vector penyebar penyakit
4.    Dampak tehadap fungsi sungai.
5.    Adanya air limbah yang masuk ke dalam saluran drainase atau sungai akan mencemari air sungai tersebut. Pencemaran air mengakibatkan air sungai tidak lagi berfungsi sesuai peruntukkannya.
6.    Akibat dari pencemaran air adalah:
- Air tidak dapat dimanfaatkan sesuai peruntukkannya, dan jika dimanfaatkan maka diperlukan pengolahan khusus yang menyebabkan peningkatan biaya pengoperasian & pemeliharaan sungai.
- Air menjadi penyebab timbulnya penyakit..
b.   Dampak Pencemaran Air limbah  Terhadap Rantai Makanan.
          Rantai makanan dalam air akan terganggu akibat adanya pencemaran air. Dengan banyaknya zat pencemaran yang ada di dalam air, menyebabkan menurunnya kadar oksigen di dalam air tersebut. Beberapa jenis ikan maupun tumbuh-tumbuhan yang ada dalam air akan mati karena kekurangan oksigen. Demikian pula apabila zat pencemar tersebut beracun dan berbahaya, maupun terjadinya kenaikan suhu iar, beberapa jenis biota akan mati, sehingga keseimbangan rantai makanan terganggu. Disisi lain akibat matinya bakteri-bakteri, maka proses pembersihan diri secara alamiah yang seharusnya dapat terjadi menjadi terhambat, atau dengan kata lain daya pembersih diri sungai sangat kecil..
D.    Cara  pegelolaan limbah
    Pengelolaan Limbah Cair Untuk Pengendalian Pencemaran Air
Sesuai dengan zat-zat  yang terkandung di dalam air limbah ini, maka air limbah yang tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan berbagai gangguan kesehatan manyarakat  dan lingkungan hidup antara lain :
a)    Menjadi transmisi atau media penyebaran  berbagai penyakit, terutama ; Kholera,thypus abdominalis, dysentri baciler.
b)    Menjadi media berkembang biaknya  mikroorganisme pathogen.
c)    Menjadi tempat-tempat  berkenbang biaknya nyamuk atau tempat  hidup larva nyanuk.
d)    Menimbulkan bau yang tidak enak serta pandangan yang tidak sedap.
e)    Merupakan sumber pencemaran air permukaan tanah , dan lingkungan hidup lainnya.
f)        Mengurangi produktifitas manusia, karena orang bekerja dengan  tidak nyaman  dan sebagainya.

Untuk mencegah  atau mengurangi  akibat-akibat buruk  tersebut di atas  diperlukan  kondisi, persyaratan  dan uapay-upaya sedemikian rupa sehingga air limbah  tersebut:
a)    Tidak mengakibatkan kontaminasi  terhadap  sumber air minum.
b)    Tidak mengakibatkan pencemaran terhadap  permukaan tanah.
c)    Tidak menyebabkan pencemaran atau  air untuk mandi, perikanan , air sungai, atau tempat – tempat rekreasi .
d)    Tidak dapat dihinggapi  serangga dan tikus dan tidak menjadi  tempat  berkembang biaknya berbagai  bibit penyakit dan vector.
e)    Tidak terbuka  kena udara  luar (jika tidak diolah) serta tidak dapat dicapai  oleh anak-anak.
f)    Baunya  tidak mengganggu.

Pengolahan/pembuangan  air limbah yang  dimaksudkan  untuk melindungi  lingkungan hidup terhadap  pencemaran air limbah  tersebut. Secara ilmiah sebenarnya lingkungan  menpunyai  daya dukung  yang cukup besar terhadap gangguan  yang timbul   karena pencemaran  air limbah tersebut. Namun demikian , alam tersebut mempunyai kemampuan yang terbatas  dalam daya dukungnya , sehinggga air limbah perlu diolah sebelum dibuang .Beberapa cara sederhana pengolahan  air buangan antara lain sebagai berikut :

a.    Dengan pengenceran (Disposal by dilution)
Air limnbah di buang kesungai , danau atau laut agar mendapat pengenceran.
Cara ini hanya dapat  dilaksanakan  di tempat-tempat yang banyak  air permukaannya..
Dengan cara ini air limbah akan mengalami purifikasi alami. Karena kontaminasi air permukaan  oleh bakteri  pathogen , larva dan telur cacing serta bibit penyakit lainnya yang berasal dari feses penderita maka di isyaratkan  ;
    Sungai atau danau itu airnya rtidak boleh di gunakan untuk keperluan lain.
    Airnya harus cukup banyak sehingga pengecerannya paling sedikit 30 – 40 kali.
    Airnya harus cukup mengandung O2 , artinya harus mengalir  sehingga tidak bau.

b.    Cesspool
Cesspool ini menyrupai sumur tapi gunanya untuk  pembuangan air limbah.
Dibuat pada tanah yang poreus (berpasir) agar air buangan mudah meresap ke dalam tanah.
Bagian atasnya ditembok agar tak tembus air.
Bila sudah penuh (+ 6 bulan ) lumpurnya diisap keluar atau sejak semula dibuat cesspool secara berangkai , sehingga bila yang satu  penuh , airnya akan mengalir ke cesspool berikutnya. Jarak dengan sumur 45 meter dan minimal 6 meter  dari fondasi rumah.



                 Bila lumpurnya sudsah penuh diisap keluar



c.    Seepage pit (sumur resapan)
Seepage  pit merupakan sumur tempat menerima air  limbah yang telah mengalami pengolahan dalam sistim lain, misalnya dari aqua – privy atau septic tank.
Didalam seepage pit ini airnya hanya tinggal mengalami peresapan saja ked a;am tanah.
Seepage pit dibuat pada tanah yang poreus.
Diameternya 1 – 2,5 meter, dalamnya 2,5 meter.
Lama pemakaian 6 – 10 tahun.

d.    Septik tank
Merupakan cara yang terbaik yang dianjurkan W.H.O tapi biayanya mahal , tekniknya mahal, tekniknya sukar dan memerlukan tanah yang luas.
Septik tank  terdiriv atas 4 bagian :
1)    Ruang pembusukan
2)    Ruang Lumpur
3)    Dosing chanber
4)    Bidang resapan.



Keterangan  gambar :

a.    Ruang pembusukan
b.    Ruang Lumpur
c.    Dosing chamber
d.    Bidang resapan

      e.  Sistim riool (Sewerage)
Sistem riool merupakan  cara pembuangan sewage dikota-kota dan selalu harus termasuk dalam rencana pembangunan kota.
Semua sewage baik dari rumah rumah  maupun dari perusahaan – perusahaan  dialirkan air hujan.
Kadang kadang menampung  pula kotoran dari lingkungan yang dialirkan  ke air hujan.
Bila sitem riool ini dipakai  pula untuk menampung air hujan disebut combined system : bila untuk menampung air  hujan dipisahkan  sisebut separated  system.
Di ujung kota agar tidak merugikan keperluan lain dibawah alirannya, misalnya: daerah peternakan,pertanian,  ataupun perikanan darat maka sewage yang dibuang ini masih perlu pengolahan.
Proses pengolahan yang dilakukan adalah  :
1.    Penyaringan (Screening)
Untuk penyaringan ini dipergunakan jalinan  kawat atau lempeng logam yang berlubang-lubang untuk  menangkap benda-benda  yang terapung di atas permukaan air misalnya : katu-kayu , kertas ataupun kain-kain rombeng.
2.    Pengendapan (Sedimentation)
Air limbah dialirkan ke dalam bak yang besar (sandtrap) sehingga alirannya menjadi lambat yang menyebabkan  Lumpur ataupun pasirnya mengendap.
3.    Proses biologis
Dalam hal ini dipergunakan mikroba-mikroba untuk memusnahkan at-zat organic yang terdapat  di dalam air limbah  baik secara aerob maupun an aerob.
4.    Disaring dengan saringan pasir (sand filter)
Kemudian sewage ini dalam alirannya dialirkan ke dalam saringan pasir (sand filter)
5.    Desinfeksi
Untuk membunuh mikroba-mikroba pathogen yang terdapat dalam air limbah .dilakukan  desinfeksi dengan kaporit (10 Kg/1 juta liter sewage)
6.    Pengenceran
7.    Akhirnya sewage ini dibuang ke sungai , danau, atau laut sehingga mengalami pengenceran.
Semua proses  pengolahan sewage (limbah) ini dilakukan dalam suatu instalasi khusus yang dibangun di ujung kota.








BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
    Air buangan / air limbah (sewage )  adalah   air yang tersisa dari  kegiatan manusia,baik kegiatan rumah tangga  maupun kegiatan lain seperti  industri , perhotelan , dan sebagainya.
    Adapun jenis-jenis limbah berdasarkan asalnya  dibedakan menjadi dua yaitu organik dan anorganik, sedangkan limbah berdasarkan sumbernya yaitu Air limbah  buangan yang bersumber dari rumah tangga (Domestic wastes water) berasal dari  pemukiman penduduk, Air limbah buangan industri (industrial wastes water), berasal dari berbagai  jenis industri,  dan Air limbah  buangan kotapraja ( municipal wastes water ) yaitu air buangan  yang berasal dari  daerah : perkantoran, perdagangan , hotel, restoran,  tempat-tempat umum ,tempat-tempat ibadah dsb.
    Karakteristik air  limbah  digolongkan menjadi dua yaitu :karakteristik fisik, , karakteristik kimiawi(Gabungan yang mengandung nitrogen dan Gabungan yang tak mengandung nitrogen )  dan Karakteristik bakteriologis .
    Pengolahan/pembuangan  air limbah yang  dimaksudkan  untuk melindungi  lingkungan hidup terhadap  pencemaran air limbah  tersebut. .Beberapa cara sederhana pengolahan  air buangan limbah  antara lain Dengan pengenceran (Disposal by dilution), Cesspool menyerupai sumur untuk  pembuangan air limbah, Seepage pit (sumur resapan), Septik tank,  dan Sistem riool (Sewerage).





DAFTAR PUSTAKA


Entjang Indang., Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung: 1991

Notoatmojo Soekidjo, Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT. Rineka Cipta, Jakarta: 1997.

Haryoto, Kusnoputranto, Pengantar Kesehatan Lingkungan, Bursa Buku FKM – UI. Jakarta, 1984

www.Pembuangan Limbah . com
Read More..

Senin, Oktober 12, 2009

Rumah Sehat

rumah Sehat..

nitip.. ini bwt tugas aja..

Rumah Sehat


Quantcast

Rumah pada dasarnya merupakan tempat hunian yang sangat penting bagi kehidupan setiap orang. Rumah tidak sekedar sebagai tempat untuk melepas lelah setelah bekerja seharian, namun didalamnya terkandung arti yang penting sebagai tempat untuk membangun kehidupan keluarga sehat dan sejahtera. Rumah yang sehat dan layak huni tidak harus berwujud rumah mewah dan besar namun rumah yang sederhana dapat juga menjadi rumah yang sehat dan layak dihuni Rumah sehat adalah kondisi fisik, kimia, biologi didalam rumah dan perumahan sehingga memungkinkan penghuni atau masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Untuk menciptakan rumah sehat maka diperlukan perhatian terhadap beberapa aspek yang sangat berpengaruh, antara lain: rumah-sehat1
1. Sirkulasi udara yang baik.
2. Penerangan yang cukup.
3. Air bersih terpenuhi.
4. Pembuangan air limbah diatur dengan baik agar tidak menimbulkan pencemaran.
5. Bagian-bagian ruang seperti lantai dan dinding tidak lembab serta tidak terpengaruh pencemaran seperti bau, rembesan air kotor maupun udara kotor.

Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 829/Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai berikut:
1. Bahan Bangunan
a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan, antara lain sebagai berikut :
· Debu Total tidak lebih dari 150 µg m3
· Asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m3/4jam
· Timah hitam tidak melebihi 300 mg/kg
b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogen.
2. Komponen dan penataan ruang rumah
Komponen rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan biologis sebagai berikut:
a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan
b. Dinding
· Di ruang tidur, ruang keluarga dilengkapi dengan sarana ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara
· Di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan
c. Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan
d. Bumbung rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih harus­ dilengkapi dengan penangkal petir
e. Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, ruang mandi dan ruang bermain anak.
f. Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan asap.
3. Pencahayaan
Pencahayaan alam atau buatan langsung atau tidak langsung dapat menerangi seluruh bagian ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan.
4. Kualitas Udara
Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut :
a. Suhu udara nyaman berkisar antara l8°C sampai 30°C
b. Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70%
c. Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam
d. Pertukaran udara
e. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8jam
f. Konsentrasi gas formaldehide tidak melebihi 120 mg/m3
5. Ventilasi
Luas penghawaan atau ventilasi a1amiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai.
6. Binatang penular penyakit
Tidak ada tikus bersarang di rumah.
7. Air
a. Tersedia air bersih dengan kapasitas minmal 60 lt/hari/orang
b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan air minum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
8. Tersediannya sarana penyimpanan makanan yang aman dan hygiene.
9. Limbah
a. Limbah cair berasal dari rumah, tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah.
b. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, tidak menyebabkan pencemaran terhadap permukaan tanah dan air tanah.
10. Kepadatan hunian ruang tidur
Luas ruang tidur minimal 8m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun.
Masalah perumahan telah diatur dalam Undang-Undang pemerintahan tentang perumahan dan pemukiman No.4/l992 bab III pasal 5 ayat l yang berbunyi “Setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan atau menikmati dan atau memiliki rumah yang layak dan lingkungan yang sehat, aman , serasi, dan teratur”
Bila dikaji lebih lanjut maka sudah sewajarnya seluruh lapisan masyarakat menempati rumah yang sehat dan layak huni. Rumah tidak cukup hanya sebagai tempat tinggal dan berlindung dari panas cuaca dan hujan, Rumah harus mempunyai fungsi sebagai :
1. Mencegah terjadinya penyakit
2. Mencegah terjadinya kecelakaan
3. Aman dan nyaman bagi penghuninya
4. Penurunan ketegangan jiwa dan sosial

Sumber:
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 829 Menkes SK/VII/1999 Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan
Ditjen P2MPLM, Petunjuk Tentang Perumahan dan Lingkungan Serta Penggunaan Kartu Rumah, 1995.

Read More..

Makalah Perumahan Sehat

BAB I
PENDAHULUAN

    Rumah adalah salah satu persyaratan pokok  bagi kehidupan manusia. Rumah atau tempat tinggal manusia dari zaman ke zaman mengalami perkembangan. Pada zaman purba manusia betempat tinggal di gua-gua kemudian berkembang dengan mendirikan rumah tempat tinggal di bawah pohon. Sampai dengan abad modern ini manusia sudah membangun rumah bertingkat dan diperlengkapi dengan peralatan yang serba modern. Sejak zaman dahulu pula manusia telah mencoba mendesain rumahnya dengan ide mereka masing-masing yang dengan sendirinya berdasarkan kebudayaan masyarakat setempat  dan membangun rumah mereka dengan bahan yang ada.
    Rumah pada dasarnya merupakan tempat hunian yang sangat penting bagi kehidupan setiap orang. Rumah tidak sekedar sebagai tempat untuk melepas lelah setelah bekerja seharian, namun didalamnya terkandung arti yang penting sebagai tempat untuk membangun kehidupan keluarga sehat dan sejahtera. Rumah yang sehat dan layak huni tidak harus berwujud rumah mewah dan besar namun rumah yang sederhana dapat juga menjadi rumah yang sehat dan layak dihuni.
    Rumah sehat adalah kondisi fisik , kimia, biologi, didalam rumah dan perumahan sehingga memungkinkan penghuni atau masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Untuk menciptakan rumah sehat, maka diperlukan perhatian terhadap beberapa aspek yang sangat berpengaruh , antara lain :
a)    Sirkulasi udara yang baik.
b)    Penerangan yang cukup.
c)    Air bersih terpenuhi.
d)    Pembuangan air limbah diatur dengan baik agar  tidak menimbulkan pencemaran.
e)    Bagian-bagian ruang seperti lantai dan dinding tidak lengkap serta tidak terpengaruh pencemaran seperti bau , remesan air kotor, maupun udara kotor.
BAB II
PEMBAHASAN


    Keadaan perumaahan adalah salah satu factor yang menentukan keadaan hygiene dan sanitasi lingkungan. Seperti yang dikemukakan WHO bahwa perumahan yang tidak cukup dan terlalu sempit mengakibatkan pula tingginya kejadian penyakit dalam masyarakat.
Rumah sehat yang diajukan oleh Winslow :
1)    Harus memenuhi kebutuhan fisiologis
2)    Harus memenuhi kebutuhan psikologis
3)    Harus dapat menghindarkan terjadinya kecelakaan
4)    Harus dapat menghindarkan terjadinya penyakit

1)    Memenuhi Kebutuhan Fisiologis
a.    Suhu Ruangan
Suhu ruangan harus dijaga agar jangan banyak berubah. Sebaiknya berkisar antara 18º– 20ºC. suhu ruanagn tergantung pada :
•    Suhu udara luar
•    Pergerakan udara
•    Kelembaban udara
•    Suhu benda-benda disekitarnya
Pada rumah-rumah modern, suhu ruangan ini dapat diatur dengan air-conditioning
b.    Harus cukup mendapat penerangan
    Harus cukup mendapatkan penerangan baik siang maupun malam hari. Yang ideal adalah penerangan listrik. Diusahakan agar ruangan-ruangan mendapatkan sinar matahari terutama pagi hari.


c.    Harus cukup mendapat pertukaran hawa (ventilasi)
Pertukaran hawa yang cukup menyebabkan hawa ruangan tetap segar (cukup mengandung oksigen). Untuk ini rumah-rumah harus mempunyai jendela. Luas jendela keseluruhan ±15% dari luas lantai. Susunan ruangan harus sedemikian rupa sehingga udar dapat mengalir bebas bila jendela dibuka.
d.    Harus cukup mempunyai isolasi suara
Dinding ruangan harus kedap suara, baik terhadap suara-suara yang berasal dari luar maupun dari dalam. Sebaiknya perumahan jauh dari sumber-sumber suara gaduh misalnya : pabrik, pasar, sekolah, lapangan terbang, stasion bus, stasion kereta api dan sebagainya.
 
2)    Memenuhi Kebutuhan Psikologis
a.    Keadaan rumah dan sekitarnya, cara pemenuhannya harus memenuhi rasa keindahan (aestetis) sehingga rumah tersebut menjadi pusat kesenagan rumah tangga yang sehat.
b.    Adanya jaminan kebebasan yang cukup, bagi setai anggota keluarga yang tinggal dirumah tersebut.
c.    Untuk tiap anggota keluarga, terutama yang mendekati dewasa harus mempunyai ruangan sendiri-sendiri sehingga privacynya tidak terganggu.
d.    Harus ada ruangan untuk menjalankan kehidupan keluarga dimana semua anggota keluarga dapat berkumpul.
e.    Harus ada ruangan untuk hidup bermasyarakat, jadi harus ada ruangan untuk menerima tamu.  

3)     Menghindarkan Terjadinya Kecelakaan
a.    Kontruksi rumah dan bahan-bahan bangunan harus kuat sehingga tidak mudah amrbuk.
b.    Sarana pencegaha terjadinya kecelakaan di sumur, kolam dan tempat-tempat lain terutama untuk anak-anak.
c.    Diusahakan agar tidak mudah terbakar.
d.     Adanya alat pemadam kebakaran terutama yang mempergunakan gas.
4)    Menghindarkan Terjadinya Penyakit
a.    Adanya sumber air yang sehat, cukup kualitas maupun kuantitasnya.
b.    Harus ada tempat pembuangan kotoran, sampah dan air limbah yang baik.
c.    Harus dapat mencegah perkembangbiakan vector penyakit seperti : nyamuk,lalat, tikus, dan sebagainya.
d.    Harus cukup luas. Luas kamar tidur  ±5 m2  per kapita  per luas lantai.

Hubungan Rumah Yang Terlalu Sempit Dan Kejadian Penyakit.
a)    Kebersihan udara
b)    Fasilitas dalam rumah untuk tiap orang akan berkurang
c)    Memudahkan terjadinya penularan penyakit
d)    Privacy dari tiap anggota keluarga terganggu


     Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 826/ Menkes / SK/ VII/ 1999 adalah sebagai berikut :
1.    Bahan Bangunan
a.    Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat-zat yang membahayakan kesehatan antara lain sebagai berikut :
    Debu total tidak lebih dari 150 µg m3
    Asbes tidak tidak melebihi 0,5 fiber/m3/4 jam
    Timah hitam tidak melebihi 300 mg/ kg
b.    Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme pathogen.

2.    Komponen Dan Penataan Ruang Rumah
Komponen rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan biologis sebagai berikut:
a)    Lantai kedap air dan mudah dibersihkan
b)    Dinding
    Di ruang tidur, ruang keluarga dilengkapi dengan sarana ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara
    Di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan
c)    Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan
d)    Bumbung rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih harus dilengkapi dengan penangkal petir
e)    Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, ruang mandi dan ruang bermain anak.
f)    Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan asap.

3.    Pencahayaan
        Pencahayaan alam atau buatan langsung atau tidak langsung dapat menerangi seluruh bagian ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan.

4.    Kualitas Udara
Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut :
a. Suhu udara nyaman berkisar antara l8°C sampai 30°C
b. Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70%
c. Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam
d. Pertukaran udara
e. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8jam
f.  Konsentrasi gas formaldehide tidak melebihi 120 mg/m3

5.    Ventilasi
Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai.

6.    Binatang Penular Penyakit
Tidak ada tikus bersarang di rumah.
7.    Air
a. Tersedia air bersih dengan kapasitas minmal 60 lt/hari/orang
b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan air minum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

8.    Tersedianya  sarana penyimpanan makanan yang aman dan hygiene.

9.    Limbah
a.    Limbah cair berasal dari rumah, tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah.
b.    Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, tidak menyebabkan pencemaran terhadap permukaan tanah dan air tanah.

10.    Kepadatan Hunian Ruang Tidur
Luas ruang tidur minimal 8m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun. Masalah perumahan telah diatur dalam Undang-Undang pemerintahan tentang perumahan dan pemukiman No.4/l992 bab III pasal 5 ayat l yang berbunyi “Setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan atau menikmati dan atau memiliki rumah yang layak dan lingkungan yang sehat, aman , serasi, dan teratur”
Bila dikaji lebih lanjut maka sudah sewajarnya seluruh lapisan masyarakat menempati rumah yang sehat dan layak huni. Rumah tidak cukup hanya sebagai tempat tinggal dan berlindung dari panas cuaca dan hujan, Rumah harus mempunyai fungsi sebagai :
1. Mencegah terjadinya penyakit
2. Mencegah terjadinya kecelakaan
3. Aman dan nyaman bagi penghuninya
4. Penurunan ketegangan jiwa dan sosial


    10 patokan rumah ekologis merupakan prinsip dasar dalam perencanaan rumah sehat yang berkesinambungan serta pembangunan berkelanjutan di daerah tropis. Patokan tersebut didasarkan pada dua seminar dan lokakarya internasional tentang  arsitektur ekologis dan lingkungan di daerah tropis pada tahun 2000 dan 2005, serta 25 asas tentang Baubiologie (lihat: Schneider, Anton. Gesünder Wohnen durch biologisches Bauen. Neubeuren 1982).
    Dalam rangka menuju masa depan yang terpelihara dan alam lestari, maka planet bumi ini harus dirawat dengan lebih seksama, dan rumah yang dibangun seharusnya ekologis. Kebutuhan atas perkembangan berkelanjutan belum pernah se penting seperti sekarang. Pengaruh perabadan manusia cenderung merusak lingkungan sebagai dasar kehidupannya.
    Berdasarkan pertimbangan tersebut, tim dari lembaga pendidikan lingkungan, manusia, dan bangunan menyusun 10 patokan ini sebagai standar rumah ekologis yang sehat.
1. Menciptakan kawasan penghijauan di antara kawasan pembangunan sebagai paru-paru hijau
        Kualitas taman dan hutan kota yang luasnya minimal 20% dari wilayah kota, dengan jarak dari perumahan sebaiknya tidak melebihi 300 m, serta utilitas dan banyaknya taman merupakan tujuan pokok tata kota kontemporer. Alun-alun sebagai taman/ hutan kota merupakan ruang beraneka-ragam yang sangat mempengaruhi kualitas kehidupan dalam kota. Letak dan pengaturan penghijauan dalam tata-kota menentukan ciri-khas kota tersebut. Di wilayah kota lama sering terjadi kekurangan lahan hijau seperti jaringan penghubung (biotop interconnection) dengan penghijauan berbentuk bahu jalan yang ditanami dengan pohon peneduh dan semak belukar. Penghijauan di lingkungan kota akan meningkatkan kualitas kehidupan dalam kota dengan produksi oksigennya yang mendukung kehidupan sehat bagi manusia, mengurangi pencemaran udara, serta meningkatkan kualitas iklim mikro. Air hujan yang turun diserap oleh tanah, dan kemudian menguap kembali, dengan demikian, tanaman ikut mengelola air hujan dan melindungi lereng gunung terhadap tanah longsor.
  Hasil tumbuh-tumbuhan sebagai peningkat kualitas lingkungan kota ;
~    Hasil 1 pohon berumur± 100 tahun Tumbuh tumbuhan seluas 1 hektar Produksi oksigen 1.7 kg/jam 600 kg/hari.
~    Penerimaan karbon dioksida 2.35 kg/jam 900 kg/hari Pengikat zat arang 6 ton –
~    Penyaringan debu - sampai 85%
~    Penguapan air 500 liter/hari –
~    Penurunan suhu - sampai 4 °C
    sumber: Böhme, Gerhard et al. Grün hilft sparen. Bonn 1985. halaman 5

2. Memilih tapak bangunan yang bebas gangguan geo-biologis
    Pengembangan dalam ilmu pengetahuan alam dan ilmu nuklir menghasilkan pengertian baru, bahwa, selain yang bersifat nyata, ada juga yang bersifat mental (imaterial). Planck, Heisenberg, Lovelock, dan peneliti yang lain membuktikan bahwa setiap materi juga mengandung semacam kesadaran. Manusia merupakan penengah di antara akal dan materi, karena ia menjadi satu-satunya makhluk yang memiliki badan material dan kerohanian. Dengan demikian manusia juga selalu mampu berkomunikasi dengan benda-benda yang tidak dapat ditangkap dengan pancainderanya. Bumi kita terkelilingi oleh pengaruh gaya yang terbentuk dan teratur secara geometris. Gaya misterius tersebut menjelma menjadi ruang hidup berkisi-kisi yang dapat kita rasakan. Jaringan garis-garis yang berkisi-kisi ini sangat teratur secara tata jenjang yang berarti garis-garis tersebut berbeda dalam mutu, radiasi, kelompok, dan garis tengahnya sebagai berikut:
A.    Jaringan Hartmann (ditemukan oleh dr. Ernst Hartman pada tahun 1951) berorientasi utara-selatan dan timur-barat dengan garis pengaruh selebar 15-25 cm dengan mata jalah (lubang/jarak antar garis) 2.0-3.0 m.Jaringan Curry (ditemukan oleh dr. Manfred Curry pada tahun 1955) berorientasi miring terhadap jaringan Hartmann dengan garis pengaruh selebar 50 cm dengan mata jalanya 3.5-7.0 m. Ukuran jaringan masing-masing bisa berbeda tergantung pada pengaruh lingkungan, dislokasi geologis, atau menurut letaknya pada bumi (garis lintang) dan sebagainya secara dinamis. Jaringan Hartmann Jaringan Curry yang saling melingkupi.
B.     Aliran air di bawah tanah membangkitkan medan elektromagnetis karena muatan listrik yang berbeda pada molekul air dan molekul tanah.
C.    Patahan dan dislokasi geologis adalah dislokasi dalam kerak bumi ke arah horizontal maupun vertikal yang mengakibatkan perubahan radiasi teristis. Biasanya patahan atau dislokasi geologis memiliki radioaktivitas (radiasi _) lebih tinggi. Jika dalam dislokasi geologis tersebut terjadi aliran air maka timbul juga medan elektromagnetis. Radiasi teknik sering juga dinamakan technics atau radiasi buatan, radiasi ini juga mengakibatkan gangguan kesehatan tertentu, walaupun sebenarnya tidak masuk ilmu geomansi. Radiasi teknik terdapat pada instalasi listrik, penyinaran gelombang radio, tv, dan radar yang akan dibedakan antara medan listrik dan medan magnetis.
D.    Medan listrik buatan terdapat dimana ada kabel listrik yang disambung dengan pembangkit listrik, tetapi tidak disambung dengan pemakai (lampu dsb.). Medan listrik dapat dibuktikan sampai dengan jarak 18.0 m dari kabel tersebut, walaupun tidak ada listrik yang mengalir, medan listrik masih ada.
E.    Medan magnetis buatan terjadi sesudah pemakai tersebut disambung (misalnya, lampu menyala). Sekarang listrik mengalir dalam kabel satu dari pembangkit ke arah pemakai dan dalam kabel kedua kembali dari pemakai ke pembangkit. Medan magnetis pada kabel listrik biasa dapat dibuktikan hanya pada jarak sekitar 1.0 m, akan tetapi setiap kumparan dalam peralatan listrik mengakibatkan medan magnetis yang kuat. Listrik yang mengalir mengakibatkan medan magnetis.
F.    Medan magnetis buatan statis akan timbul dalam hubungan dengan bahan sintetik seperti kain, pelapis lantai vinil, mebel (spring bed) atau korden yang menghasilkan tegangan. Kemudian oleh muatan listrik yang dipisahkan dalam bahan sintetik tersebut maka berakibat ada sentakan listrik pada saat memegang bahan logam seperti pegangan pintu dan sebagainya. Oleh karena akibat konsentrasi ion dalam udara rendah, maka akan berakibat mempengaruhi kesehatan manusia secara negatif.
    Guna menghindari pengaruh negatif oleh radiasi technik tersebut di atas, maka didalam rumah sehat sebaiknya diperhatikan hal-hal berikut:
    sejauh mungkin menggunakan lampu pijar daripada tabung fluoresensi
    semua instalasi listrik dilengkapi tiga kawat (pembawa arus, netral, pembumian)
    menghindari penggunaan spring bed karena per baja dapat menyalurkan medan elektromagnetis kepada orang yang tidur di atasnya
    mencabut steker semua alat listrik pada stopkontak, menghindari keadaan standby
    memilih monitor LCD sebagai layar computer/tv
    menghalangi anak dan remaja menggunakan telefon genggam (hand phone), juga  orang dewasa sebaiknya menggunakannya sesedikit mungkin.
    Denah kamar tidur dengan persimpangan aliran air di bawah tanah dan patahan geologis, dan persimpangan jaringan Hartmann (tanpa perhatian pada jaringan Curry) yang mempengaruhi kesehatan orang yang sedang tidur.

3. Menggunakan bahan bangunan alamiah
    Perkembangan pembangunan dewasa ini ditandai dengan peningkatan macam-macam bahan bangunan dan munculnya bahan bangunan baru. Keadaan tersebut memungkinkan berbagai ragam alternatif pemilihan bahan bangunan guna mengkonstruksikan gedung. Maraknya penemuan bahan bangunan baru juga ditandai dengan kesadaran terhadap ekologi lingkungan dan fisika bangunan. Membangun berarti suatu usaha untuk menghemat energi dan sumber daya alam. Teknologi bangunan yang baru menuntut para ahli supaya mereka terbuka terhadap perkembangan tersebut, karena tidak jarang teknologi baru menyimpang dari cara pertukangan tradisional. Kajian ilmu bahan bangunan yang cukup sederhana dan formal selama ini kiranya perlu diubah sesuai dengan pandangan pembangunan yang menyeluruh. rantai bahan bangunan Ilmu bahan bangunan biasanya menggolongkan bahan bangunan sebagai berikut:
    Golongan Bahan bangunan Contoh bahan
    Bahan bangunan alam
~    anorganik: batu alam, tanah liat, tras dsb. batu kali, kerikil, pasir, kapur, tras
~    organik: kayu, bambu, dedaunan, serat, rumput dsb. bermacam-maacam kayu, bambu, rumbia, jiuk, alang-alang
    Bahan bangunan buatan
~    bahan yang dibakar batu merah, genting
~    bahan yang dilebur kaca
~    bahan yang dikempa/diperes conblock, batako
~    bahan kimia dan petrokimia plastik, bitumen, kertas, cat
    Bahan bangunan logam
~    logam mulia emas, perak
~    logam setengah mulia air raksa, nikel, kobalt
~    logam besi besi, baja
~    logam non-besi aluminium, kuningan, perunggu
    Bahan bangunan alam yang tradisional seperti batu alam, kayu, bambu, tanah liat, dan sebagainya tidak mengandung zat kimia yang mengganggu kesehatan.
    Lain halnya dengan bahan bangunan modern seperti tegel keramik, pipa plastik, cat-cat yang beraneka macam warnanya, perekat, dan sebagainya.


4. Menggunakan ventilasi alam untuk menyejukkan udara dalam bangunan

    Bangunan sebaiknya dibuat secara terbuka dengan jarak yang cukup di antara bangunan tersebut agar gerak udara terjamin. Orientasi bangunan ditempatkan di antara lintasan matahari dan angin. Sebagai kompromi letak gedung berarah antara timur ke barat, dan yang terletak tegak lurus terhadap arah angin. Gedung sebaiknya berbentuk persegi panjang sehingga menguntungkan bagi penerapan ventilasi silang. Letak gedung terhadap sinar matahari yang. Letak gedung terhadap arah angin yang paling menguntungkan bila memilih arah dari menguntungkan bila memilihi arah tegak lurus timur ke barat terhadap arah angin itu. Ruang di sekitar bangunan sebaiknya dilengkapi pohon peneduh tanpa mengganggu gerak udara.
    Pembentukan gedung memanfaatkan segala sesuatu yang dapat menurunkan suhu dan perlindungan terhadap sinar panas matahari sehingga ruang di dalamnya menjadi nyaman. Gedung sebaiknya dilengkapi dengan atap sengkuap yang luas dan tingginya tidak melebihi 3 lantai agar tidak merugikan gedung tetangga. Pada organisasi denah perlu diperhatikan, bahwa ruang-ruang tidak selalu dapat diatur secara optimal, sehingga harus diperhatikan juga orientasi jendela terhadap matahari (kamar tidur tidak menghadap be barat). Ruang yang mengakibatkan tambahan panas (dapur) sebaiknya dipisahkan sedikit dari rumah. Ruang yang menambah kelembapan (kamar mandi, ruang cuci) harus direncanakan dengan penyegaran udara yang baik dan pertukaran udara yang tinggi sehingga tidak akan tumbuh cendawan kelabu.
    Atap sebaiknya berbentuk pelana sederhana (tanpa jurai luar dan dalam) sehingga mudah dibuat rapat air hujan dengan atap sengkuap yang luas. Atap yang paling bagus menahan panas adalah atap dengan ruang atap yang penghawaannya berfungsi baik, atau atap bertanaman yang dapat meresapkan air hujan maupun mengatur iklim ruang dalam. Atap pelana dengan langit-langit Atap pelana dengan langit-langit. Atap pelana bertanaman tanpa ruang datar dan ruang atap berventilasi miring dan celah kasau berventilasi ang atap dan celah berventilasi

5. Memilih lapisan permukaan dinding dan langit-langit ruang yang mampu mengalirkan uap air
    Hampir setiap bahan bangunan dapat menyalurkan dan menyimpan kelembapan dalam bentuk air maupun uap. Kemampuan ini tergantung terutama pada struktur pori-pori (jenis, bentuk, dan ukuran pori tersebut). Selanjutnya harus dibedakan antara bahan bangunan yang mengisap air (higroskopis) dan yang menolak air.
Bahan bangunan yang berpori dapat mengisap air dengan berbagai cara:
•    Penggolongan bermacam-macam ruang pori. Air dalam bermacam keadaan dalam ruang pori. Makin kecil pori-pori bahan bangunan makin besar daya mengisap air, dan makin besar pori-pori makin mudah dapat diisi dengan air. Hal ini berarti bahwa air bias masuk ke dalam bahan bangunan melalui gravitasi (misalnya oleh atap yang bocor), oleh tekanan angin (misalnya pada tepi dinding atau atap yang terekena angin kencang), oleh kapilaritas (pada retak plesteran dinding atau kelembapan tanah yang melalui trasraam yang tidak kedap air).
•    Bahan bangunan yang higroskopis (misalnya batu merah) kadang-kadang dapat mengikat banyak air. Satu m2 dinding batu merah yang diplester kedua sisinya mengikat rata-rata 66 liter air.
        Jumlah air yang digunakan untuk membangun sebuah rumah biasa (seluas 36 m2) ialah sekitar 28'000 liter yang harus menguap sebelum rumah tersebut dapat dianggap kering dan sehat untuk dihuni. Waktu penguapan air tersebut tergantung pada cara membangun, iklim, ventilasi, dan kelembapan udara setempat. Sebagai angka perkiraan dasar dapat dianggap akan dibutuhkan waktu selama 4 bulan. Kelebihan kelembapan apapun dalam iklim tropis lembap, akan menumbuhkan cendawan kelabu (aspergillus) yang mempengaruhi kesehatan penghuni karena mengakibatkan alergi bronkitis dan asma.

6. Menghindari kelembapan tanah yang naik ke dalam konstruksi bangunan dan memajukan sistem bangunan kering
Kelembapan tanah yang naik ke dalam konstruksi bangunan merupakan permasalahan besar di Indonesia dengan iklim tropis lembapnya, karena lapisan yang kedap air tidak ada. Sebaiknya lapisan kedap air diletakkan di antara sloof dan kaki dinding (trasraam) sebagai berikut:
a)    Trasraam lapisan aspal (atau kertas aspal) dapat digunakan di atas sloof beton bertulang (sloof harus kering, berumur minimum 14 hari) atau dibawah sloof konstruksi kayu (di atas lapisan mortar yang datar dan yang menutupi fondasi batu kali). Lapisan aspal setebal ± 2 mm, dapat dibuat dengan cara mengecat 2-3 kali dengan aspal panas (yang cair).
b)    Karet trasraam (lembaran dari karet atau PE) dipotong sesuai dengan lebar sloof dan dipasang diatas sloof tersebut. Setiap sambungan karet trasraam harus tumpang tindih minimum 10 cm. Pada angker dan sambungan tulangan kolom praktis, karet trasraam harus dilubangi sesuai dengan garis tengah besi angkur sehingga lapisan tetap kedap air. Lapisan kedap air (trasraam) sebagai Lapisan kedap air (trasraam) pada kaki dinding tumpuan balok lantai batu bata
c)    Trasraam seng papak. Seng yang dipilih adalah seng yang tahan karat, misalnya seng galvanisir dengan tebal (minimum BWG 24) sehingga juga mempunyai keuntungan mencegah rayap.
Kelembapan tanah yang naik juga mengakibatkan masalah pada lapisan dinding. Lapisan dengan cat dapat menimbulkan kesulitan yang mirip dengan plesteran dinding yang kedap air. Jika trasraam tidak kedap maka kelembapan naik sampai kuda-kuda atap. Cat sintetik bersifat agak kedap air dan memungkinkan saluran air sebanyak 2-9 g/m2h saja, sedangkan cat perekat atau cat kapur mengizinkan 15-17 g/m2h tembus. Kelembapan tanah menembus Turap yang kedap air. Kelem- Cat dinding yang kedap air. Kelemtrasraam yang tidak kedap air bapan tanah naik sampai kon- bapan dalam dinding mengakibat struksi atap kan cat mengelupas.

7. Mempertimbangkan kesinambungan pada struktur dan masa pakai bagian gedung yang menerima beban dan yang membagi saja
    Hubungan antara masa pakai bahan bangunan dan struktur bangunan akan mempengaruhi pilihan struktur dan penggunaan bahan bangunan. Bahan bangunan apapun yang dipilih sebagai bagian struktur (sebaiknya tahan minimal 60 tahun), bagian sekunder, atau bagian perlengkapan/utilitas yang tahan hanya sekitar 5-20 tahun selalu harus dipertimbangkan masa pakainya (life span). Desain struktur yang berkesinambungan (lihat: Steiger, Peter. Bauen mit dem Sonnen-Zeit-Mass. Karlsruhe 1988. hlm. 17+35) selalu mempertimbangkan masa pakai dan masalah perawatan.
    Daya tahan masing-masing bagian bangunan. Kebutuhan pemeliharaan dan perbaikan selama 60 tahun (daya tahan bagian struktur gedung) Alokasi biaya pembangunan, pemeliharaan, dan perbaikan selama 60 tahun Penggantian bagian bangunan yang aus membutuhkan bahan baku dan energi yang sebenarnya dapat dihemat baik secara ekonomis maupun ekologis. Penggantian tersebut selalu harus dapat dilakukan tanpa merugikan bagian bangunan yang lain. Pada setiap penggunaan bahan bangunan harus dipertimbangkan ciri khas berikut:
    kemampuan tahan lama bagian bangunan tersebut;
    kapan bagian bangunan harus diganti karena rusak atau perkembangan teknologi; atau
    kemampuan tahan lama non fisik (tidak laku lagi, membosankan).

8. Mempertimbangkan bentuk/proporsi ruang berdasarkan aturan harmonis
    Pengertian proporsi adalah masalah yang selalu dipersoalkan dalam perencanaan arsitektur sebagai prinsip keselarasan dan estetika. Proporsi dan keselarasan (harmoni) bersama-sama dapat menentukan bentuk arsitektur. Oleh karena itu, semua buku arsitektur kuno mengandung ilmu proporsi. Pengertian proporsi dapat dianggap dalam bentuk proporsi bidang maupun bentuk proporsi ruang seperti sudah ditentukan oleh Pythagoras dan penganutnya. Musik mulai menjelma sebagai tegangan di antara yang dapat didengar dan yang tidak dapat didengar. Pythagoras membayangkan bahwa pola nada mirip dengan bentuk ruang (proporsi). Berdasarkan kenyataan tersebut, dimensi yang dapat diukur dan yang dapat dilihat dapat diperbandingkan dengan nada (lihat: van der Maas, Jan. Das Monochord. Bern 1985, hlm. 6-8).

9.    Menjamin bahwa bangunan yang direncanakan tidak mencemari lingkungan maupun membutuhkan energi yang berlebihan
        Seperti telah diuraikan, bahan bangunan selalu membutuhkan sumber alam dan energi tidak terbarukan. Oleh karena itu bahan bangunan harus dipilih dengan saksama dan kebutuhan energi tersebut, kerusakan yang eksploitasinya berakibat pada alam, pembuangan yang mencemari tanah, serta rantai bahan secara holistis harus dipertimbangkan. Masalah padatnya penduduk dan ketidakpedulian terhadap lingkungan alam mengakibatkan kemerosotan dan kerusakan lingkungan alam kita yang makin parah. Berhubungan dengan butir-butir di atas yang sudah diuraikan, maka para perencana harus bertanggungjawab terhadap kerusakan alam baik oleh kegiatan pembangunan maupun oleh penggunaan energi yang tidak dapat diperbarui. Kebebasan untuk memilih dan tugas untuk merawat dunia ini dengan penuh rasa tanggungjawab dan secara berkesinambungan adalah dasar etika lingkungan. Selama agama-agama belum mampu atau enggan memikul tanggungjawab etika lingkungan, maka etika lingkungan merupakan tuntutan umum. Etika lingkungan dapat dituangkan dalam satu kalimat saja

10. Menjamin bahwa pembangunan berkelanjutan dapat diterapkan secara luas sehingga tidak mengakibatkan efek samping yang merugikan
Pembangunan berkelanjutan tercapai dengan perhatian pada sembilan patokan rumah ekologis sebagai rumah sehat tersebut di atas. Dengan perhatian khusus pada etika lingkungan masalah efek samping yang merugikan tetangga atau manusia yang lain dapat dihindarkan. Pertanggungjawaban setiap manusia terhadap lingkungan serta pengaruh pembangunan berkelanjutan dapat diukur dengan jejak ekologis (ecological footprint). Jejak ekologis tersebut mengukur kebutuhan bahan baku alam yang digunakan oleh setiap bangsa dan setiap orang (lihat: http://www.panda.org/ downloads/general/lpr2004.pdf). Jejak ekologis menghitung luasnya tanah subur, air tawar, lautan, dan banyaknya energi yang tidak terbarukan dan yang dibutuhkan manusia untuk memenuhi kebutuhan atas pangan, sandang, papan, serta mobilitas. Jejak ekologis dari semua penduduk bumi pada saat ini mencapai 2.2 hektar, sedangkan luasnya lahan subur di dunia mencapai 1.8 hektar per orang. Hal ini berarti bahwa cara kehidupan masa kini telah melebihi kemampuan bumi dan mengancam keberlanjutan kehidupan pada planet ini. Mempertimbangkan etika lingkungan dan jejak ekologis menggambarkan tanggung jawab kita sebagai arsitek dan perencana. Membangun secara ekologis dan sehat akan menarik perhatian orang yang mengaguminya dan mulai meniru pada semua lapisan masyarakat.

BAB  III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Rumah sehat adalah kondisi fisik , kimia, biologi, didalam rumah dan perumahan sehingga memungkinkan penghuni atau masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Untuk menciptakan rumah sehat, maka diperlukan perhatian terhadap beberapa aspek yang sangat berpengaruh , antara lain :
a)    Sirkulasi udara yang baik.
b)    Penerangan yang cukup.
c)    Air bersih terpenuhi.
d)    Pembuangan air limbah diatur dengan baik agar  tidak menimbulkan pencemaran.
e)    Bagian-bagian ruang seperti lantai dan dinding tidak lengkap serta tidak terpengaruh pencemaran seperti bau , remesan air kotor, maupun udara kotor.



B.    SARAN
Kami  selaku tim penyusun makalah  ini menyadari sepenuhnya, bahwa  makalah “Perumahan Sehat  ”  ini masih jauh dari kesempurnaan yang diharapkan. Oleh sebab itu, diperlukan kritik dan saran yang membangun dari si pembaca, dalam penyempurnaan makalah  kami ini.



DAFTAR PUSTAKA

    Entjah, Indan : Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung. Citra Aditya Bakti. 1991.
    Lubis,  Pandapotan :  Perumahan Sehat. Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan RI . Jakarta. 1989.
     (lihat: http://www.panda.org/ downloads/general/lpr2004.pdf)
Read More..